Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Tekstil Berlebihan Diyakini Kerek Defisit Perdagangan

Produsen Serat dan Benang Filament mengatakan pelemahan Rupiah terhadap Dolar semakin dalam karena impor tekstil dan produk tekstil (TPT) tidak terkendali.
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah
Karyawan mengambil gulungan benang di salah satu pabrik tekstil yang ada di Jawa Barat./JIBI-Rahmatullah

Bisnis.com, JAKARTA—Produsen Serat dan Benang Filament mengatakan pelemahan Rupiah terhadap Dolar semakin dalam karena impor tekstil dan produk tekstil (TPT) tidak terkendali. 

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menjelaskan pada kuarter I/2018 (yoy) ekspor TPT naik 7,9% sedangkan impor melonjak naik 19,6%. 

"Alhasil neraca perdagangan turun 6,5%. Meski kumulatif neraca perdagangannya masih surplus US$1,29 miliar tapi turun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, kondisi ini ikut berkontribusi pada pelemahan rupiah," kata Redma melalui keterangan tertulis, Rabu (23/5/2018). 

Dia mengatakan jelang Lebaran ini pasar tekstil domestik semakin dibanjiri produk TPT China. "Pada bulan April impor naik lagi, maka kita akan liat produk pakaian jadi China banjiri pasar untuk lebaran," katanya. 

Redma menilai meskipun Bank Indonesia sudah beberapa kali melakukan intevensi, nilai tukar rupiah tembus hingga Rp14.200 per dolar AS. Nilai ini bisa dianggap sebagai kelalaian pemerintah dalam menjaga neraca. 

"Dan jangan anggap ini masalah ringan hanya karena mata uang negara lain juga ikut melemah, ekonomi kita butuh stabilitas" tegasnya.

Redma mengatakan otoritas fiskal telah mengakui bahwa defisit neraca perdagangan ikut mendorong pelemahan nilai tukar. Terutama terkait banyaknya impor karena persiapan bulan Ramadhan.

Guna melindungi pasar dalam negeri, dalam beberapa tahun terakhir APSyFI selalu meminta pemerintah untuk lebih berpihak pada produk dalam negeri. Substitusi impor seharusnya sudah dilakukan sejak 4 tahun lalu ketika surplus perdagangan TPT berkurang terus dan total neraca perdagangan kita mulai negatif katanya. Namun APSyFI justru menyesalkan beberapa kebijakan yang dikeluarkan justru memfasilitasi produk impor.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Editor : Ratna Ariyanti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper