Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Protes PMK 229/2017, Begini Tanggapan Kemenperin

Ratusan mobil baru yang akan diekspor terparkir di area PT Indonesia Kendaraan Terminal, Sindang Laut, Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara. Kamis (15/3/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Ratusan mobil baru yang akan diekspor terparkir di area PT Indonesia Kendaraan Terminal, Sindang Laut, Kali Baru, Cilincing, Jakarta Utara. Kamis (15/3/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian akan mengundang dunia usaha untuk menindaklanjuti keluhan mereka mengenai pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan No. 229/2017. Beleid itu mengatur mengenai Tata Cara Pengenaan Tarif Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional. 

Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan menuturkan keluhan dunia usaha itu juga sudah diterima pihak Kementerian Perindustrian. Meski begitu pihaknya masih perlu membahas hambatan yang dialami oleh industri lebih dalam.

"Besok akan kami bahas bersama industri," kata Putu, Rabu (23/5/2018). 

Dia mengatakan pihaknya akan mengumpulkan informasi lebih banyak terlebih dahulu untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi industri. "Setelah itu baru ada pendapat [penyelesaian]," katanya.

Implementasi regulasi tentang pengenaan tarif bea masuk barang impor ternyata menuai reaksi dari pelaku usaha, termasuk Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI).

Regulasi Peraturan Menteri Keuangan No. 229/2017 ini mengatur batas waktu penyerahan surat keterangan asal (SKA) untuk barang yang masuk jalur merah atau kuning hanya diberikan waktu sehari atau sampai pukul 12.00 WIB hari berikutnya sejak pemberitahuan impor barang (PIB) mendapatkan penetapan jalur.

Apabila melewati batas waktu tersebut, SKA dianggap tidak berlaku lagi. Padahal, SKA berlaku setahun berdasarkan kesepakatan perdagangan internasional.

ALFI pun telah mengirim surat langsung ke Presiden Joko Widodo tertanggal 2 Mei 2018. Menurut ALFI, dalam surat yang diterima Bisnis pada Rabu (23/5/2018), regulasi tersebut menyebabkan ekonomi biaya tinggi.

Dalam surat yang ditandatangani Ketua Umum ALFI Yukki Nugrahawan dan Sekretaris Jenderal ALFI Akbar Djohan itu, ekonomi biaya tinggi disebabkan adanya perbedaan batas waktu penyerahan dokumen SKA barang impor.

Bagi importir yang masuk jalur merah dan kuning, hanya dibatasi jam dan waktu pukul 12.00 WIB dalam menyerahkan SKA. Jika SKA terlambat, maka dianggap tidak berlaku serta terkena nota pembetulan (notul) dan importir tidak bisa mendapatkan fasilitas tarif preferensi.

Sementara itu, yang masuk jalur hijau batas penyerahannya 3 hari dan bagi mitra utama 5 hari. ALFI menyatakan ekonomi biaya tinggi timbul karena importir terkena surat penetapan tarif dan nilai pabean (SPTNP)/notul dan harus membayar tarif normal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Editor : Ratna Ariyanti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper