Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perpadi Minta HPP Gabah Ditinjau

Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia meminta pemerintah meninjau kembali ketetapan harga pembelian pemerintah yang diberlakukan untuk pembelian gabah di tingkat petani.
Petani menjemur gabah di tempat pengeringan gabah, di Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2018)./ANTARA-Mohammad Ayudha
Petani menjemur gabah di tempat pengeringan gabah, di Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2018)./ANTARA-Mohammad Ayudha

Bisnis.com, JAKARTA – Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia meminta pemerintah meninjau kembali ketetapan harga pembelian pemerintah yang diberlakukan untuk pembelian gabah di tingkat petani.

Selama ini, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah masih belum berubah sejak tiga tahun terakhir. Kondisi ini dikhawatirkan membuat petani cekak karena harus menjual gabah dengan harga cenderung murah.

Gabah kering panen di tingkat petani dihargai Rp3.700/kg, dan gabah di tingkat penggilingan seharga Rp3.750/kg. Adapun gabah kering giling ditentukan seharga Rp4.600/kg dan gabah kering giling di Bulog dihargai Rp4.650/kg.

Sementara itu, beras di gudang Bulog dijual di harga Rp7.300/kg sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.

Padahal, harga produksi rata-rata sesuai survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Mei-30 Juli 2017 menunjukkan harga produksi yang dikeluarkan petani rata-rata Rp3.900/kg. Belum lagi, jika harga di tingkat pengepul tinggi, maka akan lebih jauh dari HPP yang ditetapkan.

Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan kenaikan HPP kepada pemerintah.

Namun, dia menyebut pemerintah berdalih masih adanya ketentuan fleksibilitas HPP sebesar 20% yang cukup untuk memberikan margin keuntungan bagi petani. Selain itu, pemerintah dinilai masih menggunakan paradigma harga beras murah, bukan menargetkan kestabilan harga.

"Kalau anggota Perpadi yang penting harganya stabil. Namun, saya tidak mau frontal karena kami hanya pengusaha penggilingan," ujar Sutarto kepada Bisnis, Selasa (15/5'2018).

Menurutnya, saat ini lebih baik pemerintah melalukan upaya stabilisasi harga beras, bukan memaksa untuk turun sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET). Perpadi disebut sudah pernah menanyakan berapa harga stabil yang diinginkan pemerintah, tapi untuk meminta hal itu dia mengaku lebih memilih jalur dialog.

HPP sekarang diklaim membuat petani tidak bergairah untuk menjual ke Bulog yang notabene sebagai instansi pengamanan stok pangan termasuk beras. Jika kondisi ini dipertahankan, dikhawatirkan bakal membuat petani semakin sulit meraup keuntungan.

"Sekarang bukan waktunya mempertahankan harga pangan murah, tapi wajar, sehingga petani juga bergairah. Sekarang tol naik berapa kali, UMR naik berapa kali," lanjut Sutarto.

Jika HPP tidak dipertimbangkan untuk naik, Perpadi menyayangkan petani yang terus melarat. Sementara itu, bagi importir, beras impor masih digambarkan sebagai beras murah. Sehingga, tingginya harga produksi dijadikan salah satu dalih impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper