Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penghiliran Rumput Laut Dinilai Perlu Peta Jalan

Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri mengemukakan perlunya peta jalan penghiliran rumput laut untuk menuntun pencapaian nilai tambah di dalam negeri.
Nelayan membawa rumput laut hasil panen, di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Senin (4/9)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Nelayan membawa rumput laut hasil panen, di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Senin (4/9)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri mengemukakan perlunya peta jalan penghiliran rumput laut untuk menuntun pencapaian nilai tambah di dalam negeri.

Pendapat Rokhmin disampaikan menyikapi ekspor rumput laut yang selama ini didominasi bahan mentah (rumput laut kering), yakni 87% dari total ekspor. Menurut dia, melalui peta jalan, pemangku kepentingan bisa mengurangi dominasi ekspor raw material secara bertahap setiap tahun sambil membangun industri hilir.

Industri hilir yang dimaksud mulai dari barang setengah jadi, seperti karaginan, alginat, dan agar, hingga produk final, seperti makanan dan minuman, kosmetik, pasta gigi, sosis, dan es krim.

"Katakanlah setiap tahun kita bisa kurangi 10%. Kalau tahun ini 87%, paling tidak mudah-mudahan tahun depan ekspor mentahnya tinggal 70% sampai akhirnya kita punya kekuatan industri sendiri," katanya dalam diskusi soal rumput laut yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Senin (30/4/2018).

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Megawati Soekarnoputri itu mengatakan, untuk membangun penghiliran di dalam negeri, rumput laut harus menjadi komoditas strategis sebagaimana kelapa sawit. Dengan menjadikannya komoditas strategis, seluruh kebijakan publik akan diarahkan untuk mendukung rumput laut, seperti persyaratan pinjaman perbankan yang lunak dan bunga kredit yang murah. Dengan kebijakan afirmatif itu, industrialisasi rumput laut bisa berjalan.

Penghiliran, kata Rokhmin, selain akan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, juga akan membuat rumput laut lebih kebal terhadap gejolak harga di pasar global.

"Begitu harga global bergejolak, kita enggak bisa menjual lagi. Tapi kalau final product, seperti kosmetik, orang butuh itu. Untuk pasta gigi misalnya, itu kan basic need," ujarnya.

Menurut Rokhmin, ada tujuh alasan mengapa Indonesia patut menjadi produsen rumput laut olahan terbesar di dunia, yakni memiliki potensi suplai terbesar di dunia, pasar atau permintaan yang akan terus berkembang sepanjang inovasi mengembangkan produk hilir selalu dilakukan, teknologinya relatif mudah.

Berikutnya,minvestasi dan modal kerja yang murah (Rp50 juta per hektare), masa panen cepat hanya 45 hari, mampu menghasilkan 550 jenis produk, dan bisa menciptakan efek berganda (multiplier effect).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper