Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PGN Klaim Tekan Laba Demi Dukung Program Pemerintah

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. buka suara mengenai sorotan DPR terhadap penurunan laba perseroan yang terjadi dalam lima tahun terakhir.
Petugas PT Perusahaan Gas Negara Tbk memeriksa Regulator System di Bogor, Jawa Barat, Kamis (28/9)./JIBI-Nurul Hidayat
Petugas PT Perusahaan Gas Negara Tbk memeriksa Regulator System di Bogor, Jawa Barat, Kamis (28/9)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA -- PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. buka suara mengenai sorotan DPR terhadap penurunan laba perseroan yang terjadi dalam lima tahun terakhir.

Pada akhir 2017, laba perusahaan pelat merah itu tercatat sebesar US$143 juta atau jauh di bawah perolehan laba pada 2013 yang mencapai US$845 juta.

Sekretaris Perusahaan Perusahaan Gas Negara (PGN) Rachmat Hutama menjelaskan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka menjadi tugas manajemen untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menyediakan harga gas domestik yang terjangkau bagi industri maupun masyarakat. Salah satu adalah PGN tidak menaikkan harga pokok penjualan (HPP) gas ke pelanggan, meskipun harga beli gas domestik dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) terus naik.

PGN menyebutkan HPP gas domestik mengalami kenaikan rata-rata sebesar 8% pada periode 2013-2017, yakni dari US$1,58 per MMBTU menjadi US$2,17 per MMBTU.

"Beban HPP merupakan porsi terbesar dalam komponen pembentukan harga jual gas bumi, sekitar 60% kontribusinya. Namun, naiknya harga beli gas domestik dari produsen atau KKKS tidak diikuti dengan penyesuaian harga jual gas bumi ke pelanggan," kata Rachmat dalam pernyataan resmi yang diterima Bisnis, Rabu (28/3/2018).

Salah satu contoh harga beli gas yang melonjak sesuai instruksi regulator adalah harga gas dari Conocophilips untuk memenuhi kebutuhan industri di Batam, dari semula US$2,6 per MMBTU menjadi US$3,5 per MMBTU. PGN mengklaim tetap membeli gas tersebut  harus menanggung beban US$7,5 juta per tahun. 

Sebagai catatan, PGN terakhir kali menyesuaikan harga jual gas bumi pada medio 2012-2013 lalu. Setelah itu, manajemen tidak menaikkan harga gas demi mendukung kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Beleid tersebut memerintahkan  Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melarang perusahaan distributor gas menjual gas dengan harga lebih dari US$6 per MMBTU untuk enam sektor industri yang banyak menggunakan gas, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

PGN menyatakan instruksi Kementerian ESDM untuk menurunkan harga jual gas kepada pelanggan industri di Medan sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 434.K/2017. Aturan tersebut meminta perseroan untuk bersedia menjual gas dari harga rata-rata US$1,35 per MMBTU menjadi US$0,9 per MMBTU, sehingga membuat perusahaan harus menanggung beban sebesar US$3 juta per tahun.

Selain itu, penugasan dari Kementerian ESDM untuk membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dan Jaringan Gas Rumah Tangga (Jargas) juga mengharuskan PGN menyediakan dana setidaknya US$4,9 juta per tahun.

"Kami juga memberikan insentif harga kepada PT PLN (Persero) karena pemerintah ingin menurunkan biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN sehingga harga listrik ke masyarakat tidak naik. Ini kami jalankan sebagai bentuk sinergi BUMN yang diinginkan pemerintah," lanjut Rachmat.

Dia memastikan manajemen PGN telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah laba perusahaan turun lebih dalam.

Hal tersebut antara lain dilakukan dengan menekan biaya operasional menjadi US$457 juta pada akhir 2017. Artinya, dalam lima tahun terakhir, PGN berhasil menurunkan CAGR biaya operasional sebesar 3% dari US$511 juta pada 2013.

Perseroan juga mengatakan berhasil menekan jumlah utang atau liabilitas jangka pendek maupun jangka panjang. Sampai akhir 2017, liabilitas PGN tercatat sebesar US$3,1 miliar atau berkurang signifikan dibandingkan posisi liabilitas tahun sebelumnya yang menyentuh US$3,66 miliar.

"Kami melakukan berbagai upaya efisiensi sehingga mampu mencetak laba di tengah kondisi perekonomian saat ini," tambah Rachmat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Annisa Margrit
Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper