Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jumlah Kontraktor Kecil dan Menengah di DKI Terus Menyusut, Apa Penyebabnya?

Jumlah kontraktor kecil dan menengah di DKI Jakarta diklaim terus menyusut pascapelaksanaan lelang konsolidasi sejak 3 tahun lalu. Lelang konsolidasi malah menguntungkan BUMN sebagai kontraktor besar.
Ilustrasi renovasi sekolah./Antara
Ilustrasi renovasi sekolah./Antara

Bisnis.com, JAKARTA — Jumlah kontraktor kecil dan menengah di DKI Jakarta diklaim terus menyusut pascapelaksanaan lelang konsolidasi sejak 3 tahun lalu. Lelang konsolidasi malah menguntungkan BUMN sebagai kontraktor besar.

Direktur Eksekutif Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) DKI Jakarta Setu Albertus mengatakan bahwa pelaksanaan lelang konsolidasi telah mengurangi jumlah kontraktor kecil dan menengah Gapensi DKI sebesar 20% dari total sebelumnya 3.000—4000 anggota.

"Tadinya 3.000-4.000 orang, tapi sekarang tinggal 2.000-an saja. Malah mungkin karena regulasi ini masih jalan, akan turun lagi," katanya kepada Bisnis, Senin (19/3/2018).

Dia menjelaskan bahwa asal mula pemberlakuan lelang konsolidasi yang merugikan kontraktor kecil dan menengah dimulai dari interpretasi terhadap Instruksi Presiden Nomor 1/2015 tentang Percepatan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dalam inpres tersebut disebutkan bahwa untuk mengambil langkah-langkah percepatan, pimpinan kementerian/lembaga/daerah diminta mendorong pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara terkonsolidasi.

Namun, Albertus mengatakan bahwa interpretasi terhadap lelang konsolidasi di DKI diartikan sebagai pekerjaan kualifikasi kecil, menengah, dan sedang digabung pengerjaan paketnya sehingga total nilainya mencapai di atas Rp100 miliar. Otomatis, ranah kewenangan untuk mengerjakan proyek tersebut adalah kontraktor besar yang seluruhnya adalah BUMN.

"Otomatis dengan penggabungan paket-paket itu peluang usaha di sektor menengah dan kecil itu hilang," ujarnya.

Adapun, Albertus mengatakan bahwa pengerjaan paket ini merupakan anggaran yang bersumber dari APBN dan APBD. Misalnya, pengerjaan renovasi sekolah, jembatan, sampai rumah susun.

Dulunya, dia mencontohkan bahwa proyek renovasi satu sekolah yang nilainya berkisar antara Rp8 miliar—Rp12 triliun dikerjakan oleh kontraktor kecil dan menengah. Dampaknya, kontraktor kecil dan menengah bisa eksis dan membantu penyerapan tenaga kerja di DKI.

Dengan aturan saat ini, dia mengatakan bahwa seluruh proyek renovasi sekolah digabung menjadi satu dengan perkiraan total proyek mencapai Rp1,30 triliun pada tahun ini saja.

"Digabung jadi satu tahun ini untuk proyek renovasi sekolah, total penggabungan sampai Rp1,30 triliun. Dan ini hanya dikerjakan satu badan usaha, yakni BUMN," ujarnya.

Albertus berharap supaya ke depannya pemerintah mau mengembalikan regulasi seperti sedia kala, yakni setiap kontraktor bertarung sesuai dengan kualifikasi atau pada levelnya masing-masing.

 Dengan begitu, dia mengatakan bahwa sektor swasta dapat bergairah dan banyak memberi efek berganda kepada pemerintah, mulai dari pembayaran pajak hingga pembukaan tenaga kerja.

"Misalnya, kualifikasi kontraktor menengah 1 itu diperuntukkan untuk skala pengerjaan proyek nilai Rp10 miliar, menengah 2 untuk proyek skala Rp50 miliar. Intinya dikembalikan saja seperti dulu. Buat apa renovasi sekolah diambil juga sama BUMN," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Irene Agustine
Editor : Zufrizal

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper