Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hadapi Isu Perang Dagang, Pemerintah Fokus Dorong Produktivitas Pangan

Bisnis.com, JAKARTA Pemerintah bergeming akan pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyulut perang dagang perihal rencana pengenaan tarif bea masuk impor baja.
Petani garam di Kabupaten Nagakeo, NTT/Istimewa
Petani garam di Kabupaten Nagakeo, NTT/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah bergeming akan pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyulut perang dagang perihal rencana pengenaan tarif bea masuk impor baja.

Wakil Presiden Jusuf Kalla pun angkat bicara, bahwa Indonesia akan gencar menghadapi berbagai ancaman. Penguatan dalam bidang ketahanan pangan akan menjadi jurus ampuh pemerintah dalam melayangkan perlawananan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintahan kali ini sangat fokus mendorong petani, peternak, dan nelayan aktif melakukan kegiatan yang bersifat produksi.

"Salah satu upaya yakni kami menurunkan suku bunga KUR dari 9% menjadi 7% dengan target 60% penyaluran untuk sektor produksi. Idealnya KUR memang disalurkan untuk dagang hanya 30% seperti di China," katanya, Kamis (8/3/2018).

Darmin mengemukakan, selain itu konsep dasar skema klaster yang mencakup cara peremajaan, pengelolaan, dan pendampingan juga sudah mulai aktif berjalan di setiap daerah.

Apalagi upaya ini juga sudah terbukti mendapat dukungan penuh dari pelaku usaha. Hal ini dipastikan akan mendorong percepatan penyaluran konsep klaster pada petani, peternak, dan nelayan.

"Sebab mereka tidak boleh hidup sendiri, harus berkelompok dan saling kerjasama. Bung Hatta sudah mewariskan konsep koperasi yang bisa disadur dengan kondisi masa kini," ujarnya.

Darmin menambahkan, nantinya ketika petani mendapat kesulitan fiskal maka petani lain dapat membantu. Mereka tidak perlu lagi menjual modal usahanya seperti sawah atau sapi.

Sementara itu, upaya kelompok ini juga akan menjaga stabilitas pendapatan petani karena hasil produksi tidak boleh terlalu dinaikan.

"Seperti beras, masyarakat tidak boleh membeli dengan mahal tetapi petani juga harus mendapat upah yang sesuai," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper