Bisnis.com, JAKARTA -- Produksi batu bara pada tahun ini berpotensi melonjak dan melewati batas atas yang ditetapkan pemerintah apabila tren harga di kisaran US$90-US$100 per ton tetap bertahan.
Adapun dalam dua bulan pertama 2018 ini, secara rata-rata harga batu bara (HBA) telah berada pada level US$98,12 per ton atau berada di atas rata-rata HBA sepanjang 2017 senilai US$85,92 per ton. Apalagi jika dibandingkan dengan rata-rata HBA pada 2016 yang hanya US$61,84 per ton.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan tingkat produksi sulit untuk diprediksi. Namun, mengacu pada harga batu bara yang tinggi, peningkatan produksi cukup wajar dilakukan.
Menurutnya, pada tahun lalu produksi batu bara masih sangat tinggi, yakni mencapai 461 juta ton. Sebanyak 364 juta ton di antaranya diekspor.
Padahal, curah hujan pada tahun lalu cukup tinggi dan bertahan dalam beberapa bulan.
"Tahun lalu dengan curah hujan yang termasuk tinggi dalam beberapa bulan, [produksi] masih tinggi. Jadi, kalau kita asumsikan cuaca tahun ini tidak seburuk tahun lalu, ya mungkin tingkat produksinya bisa lebih tinggi [dari batas atas]," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (15/2/2018).
Sebelumnya, Kementerian ESDM memberikan batas atas produksi batu bara pada tahun ini sekitar 485 juta ton.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan jumlah tersebut sekitar 5% dari realisasi produksi tahun lalu yang mencapai 461 juta ton. Dia mengatakan hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pengendalian produksi batu bara.
"Dalam rangka pengendalian produksi, dari rencana pengajuan produksi perusahaan, kenaikannya maksimal sekitar 5% dari realisasi tahun sebelumnya. Jadi, Dari realisasi 2017 sebanyak 461 juta ton, perkiraan kami maksimal produksinya tahun ini sekitar 485 juta ton," ujarnya.