Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengaku banyak menerima keluhan dari importir batu bara di luar negeri terkait Peraturan Menteri Perdagangan No. 82/2017 tentang tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menyatakan semakin banyak keluhan yang diterimanya terkait peraturan tersebut. Semuanya kompak menanyakan kejelasan penerapan beleid yang dianggap bisa menghambat kegiatan pengapalan batu bara dari Indonesia tersebut.
"Banyak telepon dari mereka [importir]. Tadi juga Mitsubishi nanya. Mereka semua mengeluhkan terkait kebijakan ini," katanya kepada Bisnis, Rabu (14/2/2018).
Dia mengatakan seluruh pembeli merasa khawatir penerapan beleid tersebut akan mengganggu kontrak yang sudah ada, termasuk kepada perusahaan perkapalan asing. Pasalnya, sebagian besar kontrak tersebut dibuat dengan jangka panjang.
Bahkan, aturan tersebut dianggap bisa melanggar prinsip-prinsip perdagangan bebas. Hal tersebut bisa menjadi potensi masalah bagi Indonesia di kemudian hari,
"Aturan ini kan akan mengubah skema kontrak. Bagaimana transisinya juga gak mudah. Belum lagi jika tidak sesuai prisip perdagangan bebas WTO [World Trade Organization]," tuturnya.
Selama ini, dalam kegiatan ekspor, pihak pembeli selalu menyediakan kapal sendiri. Hendra menilai hal tersebut dilakukan karena dianggap lebih efisien.
Apabila harus menggunakan kapal nasional, maka pihak produsen yang harus menyediakan kapalnya. Padahal, hal tersebut membutuhkan waktu yang tidak sedikit, yakni dua hingga tiga bulan.
"Kalau penjual mencari kapal, skema transaksi berubah, asuransinya juga. Hal-hal spesifik ini mereka jadi bertanya-tanya," katanya.