Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan Filipina untuk menaikkan tarif pajak atau bea masuk batu bara sebesar 400% menjadi 50 peso per ton dari sebelumnya 10 peso berpotensi mengurangi pangsa pasar ekspor Indonesia ke negara tersebut.
Penerapan pajak senilai 50 peso per ton itu akan dimulai pada 2018 dan terus naik secara bertahap menjadi 100 peso per ton pada 2019 dan 150 peso per ton pada 2020. Perubahan tersebut telah diratifikasi oleh senat dan parlemen Filipina pada 12 Desember 2017 sebagai bagian dari Undang-Undang Reformasi Pajak atau Tax Reform for Acceleration and Inclusion di negara itu yang baru saja disahkan oleh parlemen.
Analis Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Sara Jane Ahmed mengatakan bahwa lonjakan pajak untuk batu bara tersebut menunjukkan komitmen pemerintah di bawah Filipina untuk mempercepat transisi kepada energi terbarukan. Energi fosil dinilai mahal dan bisa merugikan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
Menurutnya, kebijakan tersebut akan langsung berdampak pada negara-negara ekspor batu bara ke Filipina, termasuk Indonesia. Pasalnya, dengan potensi pengurangan konsumsi batu bara, pasar pun akan semakin sempit.
"Ada kemauan politik untuk melakukan transisi energi dari sumber semula, yaitu energi fosil yang mahal dan merugikan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Pajak ini akan memiliki dampak pada eksportir batu bara yang memasok ke Filipina," tuturnya melalui keterangan resmi, Rabu (13/12).