Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Gas Belum Penuhi Target

Kendati mencatatkan kenaikan produksi rata-rata harian pada Juli 2017, realisasi produksi gas nasional belum melampaui target yang ditetapkan dalam rencana kerja dan anggaran (work plan and budget/WP&B).
Pipa Gas-1./ANTARA
Pipa Gas-1./ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Kendati mencatatkan kenaikan produksi rata-rata harian pada Juli 2017, realisasi produksi gas nasional belum melampaui target yang ditetapkan dalam rencana kerja dan anggaran (work plan and budget/WP&B).

Dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Senin (18/9/2017), produksi rata-rata gas bumi pada Juli 2017 lebih tinggi 212 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMscfd).

Tercatat, menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Ego Syahrial mengatakan produksi gas rata-rata Juli 2017 mencapai 7.781 MMscfd. Sementara, pada produksi gas rata-rata Juni 2017 mencapai 7.569 MMscfd.

Meski demikian, capaian tersebut masih belum melampaui target produksi gas 2017 yakni 7.859 MMscfd dengan selisih 78 MMscfd atau capaian 99%. Sementara, hingga 14 September 2017 (net), data rata-rata produksi tahunan gas nasional sebesar 7.606 MMscfd atau 96,16% dari target.

"Ada kenaikan sebesar 212 MMscfd dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 7.569 MMscfd," ujarnya.

Dia pun optimistis target tahun ini bisa tercapai. Pasalnya, terdapat tambahan produksi beberapa kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Pertama, produksi rata-rata Pertamina EP mengalami kenaikan sebesar 30,46 MMscfd dari sebelumnya 1.024,26 MMscfd menjadi 1.054,82 MMscfd.

Kedua, produksi Eni Muara Bakau yang berasal dari Lapangan Jangkrik, Blok Muara Bakau dengan kenaikan produksi rata-rata gas dari 192,39 MMscfd menjadi 450,90 MMscfd atau naik sebesar 258,51 MMscfd.

Ketiga, kenaikan produksi gas Lapangan Grissik, Blok Corridor sebesar 153,49 MMscfd yang dioperatori ConocoPhillips Grissik Ltd.

Lebih rinci, Ego menuturkan terdapat 10 KKKS yang berkontribusi sebesar 80,38% dari produksi gas nasional di Juli 2017. Kesepuluh KKKS yang dimaksud mulai dari produksi terbesar yaitu Total E&P Indonesie, BP Berau, Pertamina EP, ConocoPhillips Grissik, ENI Muara Bakau, JOB Pertamina - Medco Tomori Sulawesi, PetroChina International (Jabung), Premier Oil Natuna Sea, Medco E&P Natuna dan Kangean Energy Ind.

"Kami optimis akan bisa melampaui target yang ditetapkan dalam WP&B Tahun 2017," katanya.

Adapun, dalam usulan Menteri ESDM Ignasius Jonan telah menetapkan cost recovery asumsi yang dibuat berdasarkan kinerja 2017 dan proyek yang akan onstream hingga lima tahun ke depan. Asumsi awalnya, cost recovery pada 2019 menyentuh US$12,49 miliar, 2020 sebesar US$12,09 miliar, 2021 sebesar US$12,44 miliar dan menjadi US$12,18 miliar tahun 2022.

Asumsi tersebut lebih rendah targetnya melalui upaya optimalisasi. Cost recovery di 2019 US$10,82 miliar, di 2020 sebesar US$10,28 miliar, pada 2021 sebesar US$9,76 miliar dan US$9,28 miliar pada 2022.

Cost recovery tahun depan akan menghitung penambahan beban biaya depresiasi dari proyek baru. Dua proyek yang berkontribusi menambah cost recovery tahun depan yakni Lapangan Jangkrik yang beroperasi di medio 2017 dan Blok A, Aceh yang beroperasi awal tahun 2018.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper