Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty.
Penerbitan PP tersebut bakal dilakukan setelah implementasi pengampunan pajak usai.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, penerbitan PP untuk mewadahi beberapa hal yang belum diatur di dalam undang-undang pengampunan pajak.
“Seperti yang sudah dijelaskan, peraturan itu akan memberikan kepastian hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 18 [UU TA] dan berbagai macam hal yang terkait dengan hal itu,” kata Hestu di Jakarta, Senin (13/2).
Ketentuan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak mengatur, wajib pajak (WP) yang tidak mengikuti tax amnesty atau ikut namun tidak melaporkan yang sebenarnya bakal menghadapi konsekuensi dari Otoritas Pajak.
Misalnya, WP yang sudah ikut tax amnesty, namun tak melaporkan semua hartanya di Surat Pernyataan Harta (SPH).
Harta yang tak dilaporkan bakal dianggap sebagai penghasilan dan akan dikenakan pajak pengasilan (PPh) dengan tarif normal dan sanksi kenaikan 200% dari pajak yang harus dibayar.
Sedangkan bagi WP yang tidak ikut pengampunan pajak, namun dalam petugas pajak kemudian menemukan harta yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), maka Otoritas Pajak akan menganggap temuan tersebut sebagai penghasilan dan bakal dikenai sanksi pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
DJP mengaku sudah mengantongi data harta para wajib pajak, mereka pun menghimbau bagi mereka yang sudah ikut tax amnesty maupun yang belum untuk melaporkan semua hartanya. Selain itu, otoritas pajak juga meminta wajib pajak yang belum mengikuti tax amnesty segera menggunakan fasilitas tersebut.
“Kami sudah memiliki datanya, bagi yang belum mengikuti tax amnesty segera melakukan, karena setelah ini berakhir kami akan melakukan sejumlah langkah,” tambahnya.
Adapun realisasi uang tebusan per tanggal 01 Januari – 10 Februari 2017 mencapai Rp700 miliar. Sedangkan jumlah surat perhataan harta (SPH) hingga 10 Februari mencapai 13.346 SPH. Jumlah itu jauh menyusut dibanding bulan September 2016 sebanyak 376.646.
Selain implementasi pasal 18 UU No.11 Tahun 2016, otoritas pajak sudah memiliki aplikasi usulan buka rahasia bank (Akasia). Aplikasi itu digunakan untuk mempercepat proses izin pemeriksaan rekening wajib pajak.
Mulai 1 Maret mendatang, aplikasi tersebut akan terhubung dengan aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab) milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu akan mempercepat proses perolehan tertulis dari Ketua Dewan Komisioner OJK.
Otoritas Pajak juga sudah menyiapkan produk pajak terbaru yakni e-Form. Melalui e-Form, wajib pajak dapat mengisi SPT secara offline, setelah selesai mereka dapat menyampaikan SPT melalui sistem DJP online.
Oleh karena itu, mereka mengimbau para WP dalam SPT tahun 2016 semua harta harus dilaporkan secara lengkap dan benar. Pasalnya jika tidak, otoritas pajak telah menyiapkan langkah untuk 'memaksa' para WP patuh melaporkan hartanya.
Secara terpisah, Yustinus Prastowo Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analisys mengatakan, menjelang berakhirnya implementasi tax amnesty, pemerintah sudah seharusnya mulai melakukan sosialisasi kepada para wajib pajak.
Menurutnya, langkah itu diperlukan untuk mengantisipasi, jangan sampai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah tersebut terkesan menakut-nakuti masyarakat.
“Memang seharusnya sudah dimulai melakukan sosialisasi, karena jangan sampai kebijakan yang itu membuat masayarakat panik,” kata dia.
Dia memaparkan, sosialisasi yang cepat akan menghindari kesalahpahaman, hal itu akan membuka peluang pemerintah untuk menggenjot penerimaan dari sektor pajak.