Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Medco Tak Tertarik Bangun SPBU

PT MedcoEnergi Internasional, Tbk tak tertarik membangun jaringan stasiun pengisian bahan bakar minyak (BBM).

Bisnis.com, JAKARTA--PT MedcoEnergi Internasional, Tbk tak tertarik membangun jaringan stasiun pengisian bahan bakar minyak (BBM). Presiden Direktur PT MedcoEnergi Internasional, Tbk, Hilmi Panigoro mengatakan bisnis di sektor hilir belum menarik dari aspek bisnis.

Menurutnya, tidak benar bahwa Medco berminat membangun SPBU. Pasalnya, untuk membangun SPBU diperlukan aspek lain seperti unit penyimpanan bahkan pengolahan. "Enggak, kami enggak ada rencana bangun itu [SPBU]," ujarnya usai menghadiri CEO Forum di Jakarta, Kamis (24/11).

Menurut Hilmi, untuk membangun kilang, pihaknya perlu memastikan pasokan minyak mentahnya. Sebagai gambaran, untuk membangun kilang berkapasitas 400.000 barel per hari, Hilmi tak bisa hanya menggantungkan pasokan dari aset yang ada saat ini.

Pasalnya, kemampuan produksi perusahaan hanya sekitar 90.000 barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/boepd). Dengan sisa pasokan yang harus diperoleh dari sumber lain, dia menyebut proyek kilang tak akan sesuai skala ekonomi. "Jadi buat kami, dengan [produksi] migas yang masih di bawah 100.000 bph, ya enggak kecil juga tapi kan [dengan produksi tersebut, proyek] refinery itu enggak efisien," katanya.

Saat ini, pihaknya fokus pada Blok A, Aceh yang masih dalam tahap konstruksi. Dia menargetkan blok tersebut bisa menghasilkan gas 110 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMscfd) pada Maret 2018. Seperti diketahui, saham partisipasi di blok tersebut yakni MedcoEnergi 84,99% (operator) dan KrisEnergy 15,01%. Komposisi tersebut berubah karena Medco membeli 26,66% saham partisipasi KrisEnergy pada awal November 2016. "Blok A sudah konstruksi.

Hari ini [perkembangannya] 30%. Nanti mungkin dia (Blok A) bisa menghasilkan gas sekitar 110 MMscfd." Sementara, kegiatan lainnya yang akan menjadi perhatian utama yakni mempertahankan produksi Blok B South Natuna setelah transaksi saham partisipasi dari ConocoPhillips dituntaskan.

Adapun, pihaknya telah menggelontorkan US$238 juta untuk menguasai 40% saham partisipasi ConocoPhillips di blok tersebut. Pada 2017, kegiatan akan bertumpu pada upaya untuk mempertahankan produksi yaitu sekitar 28.000 boepd. Dia menyebut kegiatan akuisisi masih akan menjadi strategi perusahaan untuk memanfaatkan di momen harga minyak rendah.

Secara umum, bila risiko kegiatan rendah, tak menutup kemungkinan terdapat aset berikutnya yang akan menjadi anggota baru dalam portofolio perusahaan kendati saat ini posisi utang perusahaan sebesar US$2,4 miliar pasca kegiatan akuisisi saham partisipasi di blok migas dari posisi awal US$1,06 miliar. "Sebelum akuisisi, kira-kira [utang] kami US$1,06 billion. Sekarang US$2,4 (miliar)," tutur Hilmi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper