Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Misinterpretasi Larangan Transshipment Berdampak ke Ekspor Ikan Tuna

Ekspor tuna ke pasar utama turun sejak larangan alih muatan di tengah laut (transshipment) yang terjadi salah tafsir dalam pelaksanaan di lapangan. Pelarangan itu membuat armada penangkapan tuna longline menyusut.
Ikan tuna. /Antara
Ikan tuna. /Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Ekspor tuna ke pasar utama turun sejak larangan alih muatan di tengah laut (transshipment) yang terjadi salah tafsir dalam pelaksanaan di lapangan.

Kondisi tersebut menyebabkan armada penangkapan tuna longline menyusut, sehingga menekan ekspor dalam jangka pendek.

Berdasarkan data Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin), volume ekspor tuna ke Amerika Serikat semester I/2016 sebanyak 12.636 ton, menipis 1,2% dari realisasi periode sama tahun lalu 12.793 ton.

Pengapalan ke Jepang malah turun tajam tahun lalu, yakni hanya 7.491 ton alias anjlok 46,8% dari pencapaian 2014 yang sempat 14.085 ton.

"Kapal ukuran sedang dan besar stop operasi karena fishing ground yang lebih jauh tidak mungkin tanpa transhipment," kata Sekjen Astuin Hendra Sugandhi, Rabu (14/9).

Padahal, hasil tangkapan kapal-kapal besar itu selama ini memasok sashimi bluefin tuna yang mendominasi permintaan Jepang. Hendra menyebut 70% pengapalan sashimi tuna ke Negeri Matahari Terbit merupakan hasil tangkapan longliner.

Adapun kapal-kapal yang masih beroperasi sebagian besar berukuran di bawah 150 gros ton (GT).

Adapun devisa yang diperoleh dari ekspor tuna ke Jepang tahun lalu hanya 7,6 juta yen atau turun 39,2% setelah tahun sebelumnya mengantongi 12,5 juta yen. Dengan kata lain, Indonesia kehilangan nyaris 5 juta yen tahun lalu.

Hendra mengungkapkan selama ini terjadi misinterpretasi terhadap regulasi moratorium kapal buatan luar negeri (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 56/Permen-KP/2014) dan larangan transhipment (Peraturan Menteri KP No 7/Permen-KP/2014).

Kedua peraturan, kata dia, sebenarnya tidak berhubungan dengan kegiatan operasi kapal penangkap dan pengangkut di laut lepas, tetapi hanya mengatur penangkapan dan pengangkutan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) RI.

"Tetapi, karena kekeliruan penafsiran, penerapannya termasuk izin penangkapan ikan di laut lepas. Akibatnya, tidak ada satu pun kapal yang beroperasi di laut lepas," ungkap Hendra.

Menurutnya, izin operasi kapal penangkap ikan di laut lepas seharusnya mengacu pada Permen KP No 12/2012 tentang Penangkapan Ikan di Laut Lepas yang telah mengadopsi resolusi Regional Fisheries Management Organization (RFMO).

Resolusi itu tidak melarang penggunaan kapal buatan luar negeri. Begitu pula dengan kegiatan alih muatan sekalipun harus mematuhi regulasi RFMO.

"Kapal buatan luar negeri seharusnya tetap diizinkan beroperasi di luar negeri selama galangan kapal dalam negeri belum dapat memproduksi kapal berteknologi super freezer -60 derajat celcius."

Adapun devisa yang diperoleh dari ekspor tuna ke Jepang tahun lalu hanya 7,6 miliar yen atau amblas 39,2% setelah tahun sebelumnya mengantongi 12,5 miliar yen. Dengan kata lain, Indonesia kehilangan nyaris 5 juta yen tahun lalu.

Ekspor Tuna Ke Jepang

Tahun

2014

2015

Volume (ton)

14.085

7.491

Nilai (miliar yen)

12,5

7,6

Sumber: Astuin, 2016

Ekspor Tuna ke AS

Periode

Smt I/2015

Smt I/2016

Volume (ton)

12.793

12.636

Nilai (US$ juta)

94

80,3

Sumber: Astuin, 2016

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper