Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Brexit, Ini Pengaruhnya Terhadap Ekonomi Indonesia

Hasil referendum keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa atau Brexit tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia karena kerja sama ekonomi kedua negara tidak besar.
Darmin Nasution/Reuters-Enny Nuraheni
Darmin Nasution/Reuters-Enny Nuraheni

Bisnis.com, JAKARTA - Hasil referendum keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa atau Brexit tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia karena kerja sama ekonomi kedua negara tidak besar.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan jika Inggris keluar dari Uni Eropa, tentu akan berdampak bagi Indonesia, namun, dampak langsungnya kecil. "Karena hubungan ekonomi kita ada, tapi ya tidak termasuk besar," katanya di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (23/6).

Dari sisi dampak tidak langsung, dia menilai masih belum bisa dihitung. Dampak tidak langsung sangat tergantung kondisi perekonomian Inggris setelah keluar dari Uni Eropa.

Saat ini Indonesia tengah merundingkan kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa dalam skema European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU-CEPA). Referendum keanggotaan Inggris di Uni Eropa tidak akan mengganggu jadwal perundingan yang sedang dijalin. Namun, jika Inggris keluar dari Uni Eropa, hasil kesepakatan dengan Uni Eropa tidak akan berlaku untuk Inggris.

"Ada atau tidak ada Inggris tetap akan jalan," tegasnya.

Seperti diketahui, referendum keanggotaan Britania Raya dalam Uni Eropa digelar pada 23 Juni 2016. Hasil referendum bisa diketahui pada 24 Juni 2016.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai perdagangan Indonesia-Inggris terus mengalami penurunan dari US$3,06 miliar pada 2012 menjadi US$2,34 miliar. Pada 2015, nilai perdagangan migas senilai US$779 juta dan nonmigas US$2,34 miliar.

Neraca perdagangan Indonesia selalu surplus terhadap Inggris. Bahkan nilai surplus cenderung naik dari US$330,42 juta pada 2012 menjadi US$708,20 juta pada 2015.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi dari Inggris sepanjang kuartal I/2016 menduduki urutan ke-14 dari seluruh negara yang menanamkan modal asing di Indonesia atau sekitar US$54,87 miliar.

Ditemui dalam kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai kemungkinan besar Inggris akan tetap bersama Uni Eropa karena negara tersebut mendapatkan keuntungan lebih besar jika bertahan. Jika Inggris keluar, akan menimbulkan gejolak dalam perekonomian Uni Eropa khususnya dari sisi nilai tukar mata uang dan pasar modal. Hal tersebut terjadi karena ekonomi Inggris menjadi yang terkuat kedua di Uni Eropa setelah Jerman.

Gejolak di Uni Eropa akan berimbas kepada perekonomian global sehingga ada kemungkinan berimbas juga kepada perekonomian nasional baik lewat mata uang maupun lewat pasar modal. Kendati begitu, dia menilai gejolak hanya akan terjadi sebentar sampai Uni Eropa menemukan titik keseimbangan setelah Inggris hengkang.

"Ini yang mau kita hindari jangan sampai banyak gejolak di sistem keuangan global," jelasnya.

Direktur Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengungkapkan kemungkinan Inggris hengkang dari Uni Eropa masih 50%:50%. Terkait dampak, dia menilai sangat tergantung reaksi terhadap hengkangnya Inggris.

Dia membuka kemungkinan hengkangnya Inggris bisa menyebabkan arus modal keluar (capital outflow) sehingga likuiditas rupiah mengetat saat lelang surat beharga negara (SBN). Jika hal tersebut yang terjadi, pemerintah mau tidak mau harus memberikan imbal hasil yang lebih tinggi. Selain itu, arus modal keluar menyebabkan suplai-pasokan berkurang sehingga ada risiko pasar saham domestik anjlok.

Dia menjelaskan dampak tersebut bisa terjadi hanya sesaat, menunggu masa transisi setelah Inggris hengkang. Di sisi lain, pihaknya membuka kemungkinan hengkangkanya Inggris bisa memicu krisis moneter di mana-mana.

"Bisa menjadi pemicu krisis moneter juga di mana-mana," tegasnya.

Bisnis.com, JAKARTA--Hasil referendum keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa atau Brexit tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia karena kerja sama ekonomi kedua negara tidak besar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan jika Inggris keluar dari Uni Eropa, tentu akan berdampak bagi Indonesia, namun, dampak langsungnya kecil. "Karena hubungan ekonomi kita ada, tapi ya tidak termasuk besar," katanya di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (23/6).
Dari sisi dampak tidak langsung, dia menilai masih belum bisa dihitung. Dampak tidak langsung sangat tergantung kondisi perekonomian Inggris setelah keluar dari Uni Eropa.
Saat ini Indonesia tengah merundingkan kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa dalam skema European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU-CEPA). Referendum keanggotaan Inggris di Uni Eropa tidak akan mengganggu jadwal perundingan yang sedang dijalin. Namun, jika Inggris keluar dari Uni Eropa, hasil kesepakatan dengan Uni Eropa tidak akan berlaku untuk Inggris.
"Ada atau tidak ada Inggris tetap akan jalan," tegasnya.
Seperti diketahui, referendum keanggotaan Britania Raya dalam Uni Eropa digelar pada 23 Juni 2016. Hasil referendum bisa diketahui pada 24 Juni 2016.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai perdagangan Indonesia-Inggris terus mengalami penurunan dari US$3,06 miliar pada 2012 menjadi US$2,34 miliar. Pada 2015, nilai perdagangan migas senilai US$779 juta dan nonmigas US$2,34 miliar.
Neraca perdagangan Indonesia selalu surplus terhadap Inggris. Bahkan nilai surplus cenderung naik dari US$330,42 juta pada 2012 menjadi US$708,20 juta pada 2015.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi dari Inggris sepanjang kuartal I/2016 menduduki urutan ke-14 dari seluruh negara yang menanamkan modal asing di Indonesia atau sekitar US$54,87 miliar.
Ditemui dalam kesempatan berbeda, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai kemungkinan besar Inggris akan tetap bersama Uni Eropa karena negara tersebut mendapatkan keuntungan lebih besar jika bertahan. Jika Inggris keluar, akan menimbulkan gejolak dalam perekonomian Uni Eropa khususnya dari sisi nilai tukar mata uang dan pasar modal. Hal tersebut terjadi karena ekonomi Inggris menjadi yang terkuat kedua di Uni Eropa setelah Jerman.
Gejolak di Uni Eropa akan berimbas kepada perekonomian global sehingga ada kemungkinan berimbas juga kepada perekonomian nasional baik lewat mata uang maupun lewat pasar modal. Kendati begitu, dia menilai gejolak hanya akan terjadi sebentar sampai Uni Eropa menemukan titik keseimbangan setelah Inggris hengkang.
"Ini yang mau kita hindari jangan sampai banyak gejolak di sistem keuangan global," jelasnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengungkapkan kemungkinan Inggris hengkang dari Uni Eropa masih 50%:50%. Terkait dampak, dia menilai sangat tergantung reaksi terhadap hengkangnya Inggris.
Dia membuka kemungkinan hengkangnya Inggris bisa menyebabkan arus modal keluar (capital outflow) sehingga likuiditas rupiah mengetat saat lelang surat beharga negara (SBN). Jika hal tersebut yang terjadi, pemerintah mau tidak mau harus memberikan imbal hasil yang lebih tinggi. Selain itu, arus modal keluar menyebabkan suplai-pasokan berkurang sehingga ada risiko pasar saham domestik anjlok.
Dia menjelaskan dampak tersebut bisa terjadi hanya sesaat, menunggu masa transisi setelah Inggris hengkang. Di sisi lain, pihaknya membuka kemungkinan hengkangkanya Inggris bisa memicu krisis moneter di mana-mana.
"Bisa menjadi pemicu krisis moneter juga di mana-mana," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fauzul Muna
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper