Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APARTEMEN: Antara Hunian, Gaya Hidup dan Investasi

Tinggal di apartemen bukanlah pilihan yang sejak awal benar-benar diinginkan Brasto Galih Nugroho (30) ketika datang ke Jakarta
Ilustrasi./Antara-Zabur Karuru
Ilustrasi./Antara-Zabur Karuru

Bisnis.com, JAKARTA-  Tinggal di apartemen bukanlah pilihan yang sejak awal benar-benar diinginkan Brasto Galih Nugroho (30) ketika datang ke Jakarta.

“Kita punya rumah sendiri, tetapi rasanya seperti tinggal di kost,” begitu katanya.

Butuh adaptasi bagi Brasto untuk hidup bersama seorang istri dan anak di unit apartemen dengan luas yang terbatas, tanpa halaman rumah, dan iuran pengelolaan lingkungan (IPL) yang tiap tahun selalu naik. Tiap bulan, dirinya harus merogoh kocek ratusan ribu rupiah untuk IPL, sinking fund dan biaya parkir.

Brasto mulai menghuni apartemen di Pramuka, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, sejak pertengahan tahun lalu. Sebelumnya, dirinya mendiami rumah tapak di Medan, Sumatra Utara. Alasan pekerjaan menuntut Brasto mulai hidup di Jakarta.

Berbeda dengan ribuan pekerja di Jakarta lainnya yang memilih menjadi komuter  dengan mendiami wilayah penyangga Jakarta, Brasto memilih membeli unit apartemen sendiri di Jakarta. Tinggal di apartemen di pusat kota memudahkan Brasto untuk menjalankan aktivitasnya dan lebih menghemat waktu, tenaga dan biaya.

“Sebenarnya rumah tapak lebih nyaman, tapi di Jakarta ini untuk mendapatkan rumah tapak dengan harga terjangkau sudah sangat susah, harus ke luar Jakarta. Kalau dibandingkan dengan luas yang sama, apartemen masih terjangkau harganya,” katanya.

Pengalaman Brasto boleh jadi umum dialami ribuan penghuni apartemen lainnya. Tren hunian di apartemen atau rumah susun memang bukanlah tren yang sejak awal melekat dalam  budaya hidup masyarakat Indonesia.

Namun, sama halnya ketika menghadapi gempuran teknologi digital, masyarakat Indonesia mulai beradaptasi, perlahan-lahan berubah, dan akhirnya justru menjadi tergantung dengan teknologi. Kini, apartemen mulai menjamur, mulai dari kota-kota besar dan menyusul di kota-kota sekunder.

Isu keterbatasan lahan menjadi alasan utama maraknya pengembangan apartemen, terutama ketika arus urbanisasi semakin tinggi. Perebutan ruang hidup di perkotaan menciptakan peluang bagi pengembang untuk menghadirkan apartemen di tengah kota.

Apartemen paling berkembang di Jakarta, seiring jumlah penduduk yang sangat padat. Saat ini, menurut riset Colliers International Indonesia, Jakarta sudah memiliki 156.907 unit apartemen. Jumlah ini masih akan terus bertambah sebab sejumlah proyek baru sudah diinisiasikan.

Bahkan, dalam empat tahun mendatang, akan ada penambahan sekitar 82.000 unit baru, atau setara 50% dari total unit saat ini. Menariknya, Colliers mencatat sebanyak 78% dari apartemen baru tersebut menyasar segmen masyarakat menengah.

Sementara itu, di kota terbesar kedua Indonesia, yakni Surabaya, total apartemen mencapai 23.591 unit hingga akhir tahun lalu, bertumbuh 30% dari total pasokan 2014 yang baru 18.153 unit. Namun, dalam empat tahun mendatang, pasar Surabaya perlu mengantisipasi kehadiran 28.640 unit baru dari 37 proyek apartemen.

“Minat yang semakin tinggi terhadap kehidupan perkotaan dan juga perbaikan infrastruktur mendorong pengembang untuk terus mengembangankan apartemen. Semakin banyak juga pengembang baru yang terjun meluncurkan proyek apartemen,” ungkap Ferry Salanto, Associate Director Colliers International Indonesia.

Pengembangan apartemen di kota lapis kedua dimulai oleh kota-kota penyangga Jakarta. Tingginya aktivitas di Jakarta menyebabkan permintaan terhadap properti residensial di Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi semakin tinggi. Ketersediaan lahan pun semakin lama semakin terbatas, apalagi ketika berebutan dengan pengembangan properti komersial.

Di sisi lain, kata Presdir PT Brewin Mesa Development, sekaligus Direktur Brewin Mesa Pte. Ltd., Bill Cheng, apartemen kini tidak sekadar menjadi tempat tinggal, tetapi menjadi pilihan gaya hidup dan instrumen investasi masyarakat di perkotaan.

Dia menilai, proyek apartmen memerlukan perencanaan desain yang layak huni dengan ruang hidup yang cukup, serta desain yang fungsional sehingga perlu dipikirkan dengan matang melalui pendekatan yang berorientasi proses.

Brewin Mesa merupakan pengembang asal Singapura yang berencana mengembangkan proyek apartemen berkelas dengan kapasitas 496 unit di Serpong, Tangerang, Banten senilai Rp1,3 triliun.

Cushman & Wakefield Indonesia memproyeksikan dalam dua tahun hingga tiga tahun mendatang, ada 24 proyek apartemen baru yang akan dibangun di Bekasi. Sementara itu, di Tangerang  akan ada penambahan 31 proyek dan di Depok serta Cibinong mencapai 19 proyek.

Kepala Direktur Riset Cushman & Wakefield Indonesia Arief Raharjo mengungkapkan, apartemen cenderung akan berkembang secara alami ketika tingkat kepadatan suatu kota semakin tinggi. Sebaliknya, selama ruang pengembangan masih tersedia, preferensi masyarakat Indonesia umumnya masih menyasar rumah tapak.

Di kota-kota yang belum terlalu padat, faktor infrastruktur dan lokasi yang strategis menjadi kunci utama bagi suksesnya penjualan apartemen. Selain itu, dirinya menilai, di tengah tingginya pasokan apartemen saat ini, sangat rentan terjadi kelebihan pasokan sehingga mengancam bisnis properti secara umum.

Bagi kota-kota penyangga Jakarta, ancaman tersebut relatif tinggi terutama karena jumlah apartemen sewa di Jakarta juga masih sangat tinggi. Pilihan untuk menyewa di Jakarta cenderung lebih tinggi dibandingkan membeli di kota-kota penyangga.

Selain itu, tingkat permintaan di Jakarta pun jauh lebih tinggi, sehingga penjualan apartemen sekunder di Jakarta relatif lebih mudah dibandingkan penjualan apartemen primer di kota penyangganya.

Vice President Coldwell Banker Commercial Dani Indra Bhatara mengungkapkan, selain kota penyangga Jakarta, apartemen juga akan berkembang di kota-kota lainnya di Indonesia. Hal tersebut tampak dari rencana sejumlah developer untuk membangun hunian vertikal di berbagai kota di Indonesia.

Pengembangan apartemen akan mengikuti karakter pasar masing-masing kota, misalnya di kota pelajar akan banyak dibangun apartemen tipe studio untuk segmen mahasiswa. Di kota-kota yang menjadi sentra ekonomi kota-kota sekitarnya, pengembangan apartemen akan lebih cepat dan disertai permintaan tehadap unit komersial lainnya.

“Apartemen memang mulai sangat berkembang dalam 3 tahun hingga 4 tahun belakangan. Namun, saat ini kelihatannya apartemen yang dibangun bersama area komersial dalam konsep superblok nilainya akan jauh lebih tinggi dibandingkan yang stand alone,” ungkapnya.

Meski demikian, sebagai sebuah tren baru, belum semua kota di Indonesia memiliki peraturan daerah yang solid terkait pendirian apartemen. Hal ini seringkali menjadi batu sandungan bagi pengembang dan konsumen.

Beberapa waktu lalu, sejumlah warga Yogyakarta dikecewakan oleh ulah PT Majestic Land yang terindikasi penipuan terkait pembangunan unit apartemen M-Icon di Sleman, Yogyakarta. Perusahan tersebut telah melakukan penjualan, padahal belum mengantongi izin. Sementara itu, Yogyakarta belum memiliki peraturan daerah tentang rumah susun sebagai dasar pemberian izin.

Hal tersebut mengindikasikan permintaan terhadap apartemen sudah jauh lebih cepat, bahkan sebelum diantisipsi oleh regulasi pemerintah. Sudah tiba masanya ketika tetangga tidak lagi sekadar di kiri dan di kanan rumah, tetapi juga di lantai atas dan di lantai bawah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Harian Bisnis Indonesi Edisi Selasa (29/3/2016)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper