Bisnis.com, JAKARTA—Posisi utang pemerintah pusat pada awal 2016 terus melonjak hingga ke level Rp3.220 triliun atau naik 4% dibanding posisi utang akhir 2015 yang tercatat Rp3.098 triliun.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan merinci, outstanding utang pemerintah pusat per 31 Januari 2016 tercatat mencapai Rp3.180 triliun dengan biaya bunga Rp40,4 triliun sehingga total Rp3.220 triliun.
Nilai itu bahkan melesat 23,5% dari posisi utang akhir 2014, ketika pemerintahan Presiden Joko Widodo baru berjalan, yakni hanya sebesar Rp2.608 triliun
Menanggapi hal tersebut, Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, menilai hal itu dilakukan pemerintah untuk menggenjot pembangungan infrastruktur secara cepat di tengah pelemahan konsumsi masyarakat yang mempengaruhi penerimaan pajak.
“Ya memang kita naikkan APBN kita untuk bangun infrastruktur segala macam, darimana uangnya kalau pajak tak cukup? Tentu sementara pinjam utang,”ujarnya beberapa waktu lalu.
Menurut dia, utang pemerintah saat ini terkesan besar karena pergerakan ekonomi sedang melemah. Padahal jika dibandingkan utang swasta, pembiayaan pemerintah relatif lebih rendah.
Kendati posisi utang terus melambung, Sofjan menegaskan pemerintah tentu tak akan gegabah mengambil kebijakan keuangan. Terbukti, pemerintah berencana memangkas belanja rutin kementerian/lembaga demi mencapai efisiensi dan menjaga defisit anggaran tak lebih dari 3% sesuai aturan undang-undang.
Hal itu akan tertuang dalam rancangan anggaran penerimaan dan belanja negara perubahan (RAPBNP) 2016 yang segera diajukan pada kuartal kedua tahun ini.
“Intinya akan memotong belanja-belanja tak perlu, kecuali [belanja] infrastruktur,” tandasnya.