Bisnis.com, JAKARTA—Di tengah kekhawatiran minimnya penerimaan pajak 2016, pemerintah tetap gencar merealisasikan insentif perpajakan bagi industri riil karena diyakini memberi dampak langsung jangka pendek pada 2016.
Kebijakan terakhir, pemerintah mengisyaratkan penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) instrumen kontrak investasi kolektif dana investasi real estate (DIRE).
Sebelumnya, terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.26/2016 yang melegalkan kebijakan pemotongan PPh bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tak hanya itu, pemerintah juga melonggarkan tarif pajak terhadap bahan baku infrastruktur telekomunikasi yang memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kebijakan tetap direalisasikan dalam rangka memberi kemudahan berusaha dan menumbuhkan industri pendongkrak ekonomi nasional.
“Itu dalam rangka tugas merealisasikan paket-paket yang mempermudah orang berusaha,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden beberapa waktu lalu.
Sofjan Wanandi, Ketua Staf Ahli Wakil Presiden menambahkan, pemerintah tetap pada kebijakan awal memberi insentif pajak, terutama PPh, demi menstimulus perkembangan industri riil.
Meski mengaku khawatir dengan realisasi penerimaan pajak pada dua bulan pertama 2016, dia meyakini insentif pajak dapat menggerakkan industri lebih cepat sehingga memperbaiki neraca keuangan yang akhirnya akan kembali lagi ke pemerintah.
Insentif pajak properti misalnya, dia menyontohkan, akan mendorong volume pembelian properti dan menciptakan efek berlapis yang positif terhadap 200 sektor turunan, terutama industri bahan baku konstruksi yang berasal dari dalam negeri, seperti semen, kaca, pasir, dan lainnya.
“Nah [insentif pajak sektor properti] itu dipakai karena dianggap salah satu sektor yang bisa menggerakkan ekonomi dometik secara cepat,”kata Sofjan.
Dia meyakini insentif pajak akan berdampak langsung dalam jangka pendek dan menghasilkan penerimaan negara dari pos perpajakan lain pada tahun ini juga.
“[Dampak insentif pajak] Mestinya tahun ini juga, karena langsung kalau dia bisa jualan lebih banyak, bayar tax juga lebih banyak,”jelasnya.
Menurut dia, pemerintah konsisten berfokus pada kekuatan ekonomi dalam negeri, sementara perdagangan dan investasi luar negeri cenderung sebagai tambahan penggerak ekonomi makro saja.
Kebijakan pemerintah menyampingkan perdagangan dan investasi asing tersebut merupakan keputusan wajar mengamati kondisi ekonomi global yang terus melemah.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Ekonom Development of Economist and Finance (Indef) Eko Listianto menilai pemberian insentif pajak dapat mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja karyawan oleh perusahaan.