Bisnis.com, JAKARTA—Kalangan kotraktor melakukan efisiensi impor bahan baku proyek infrastruktur seiring dengan harga rupiah yang semakin melemah terhadap dollar. Permohonan eskalasi harga proyek pun kian dipertimbangkan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) Zali Yahya menilai pelemahan rupiah terhadap dollar akan memberikan efek yang besar terutama terhadap kontrak yang menggunakan bahan impor seperti aspal dalam proyek infrastrukutr, atau peralatan mesin seperi genset dan eskalator dalam proyek gedung.
Adapun mengenai pinjaman, pihaknya menilai tidak banyak kontraktor nasional yang melakukan pinjaman luar negeri, sehingga kenaikan dollar tidak terlalu berpengaruh dalam hal pendanaan.
“Yang ada [pinjaman luar negeri] di pemerintah. Kontraktor Indonesia jarang yang pinjam luar negeri, kecuali mereka yang bergerak di bidang investasi, kemungkinannya,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (28/09).
Oleh karena itu, dalam waktu depat pihaknya akan mendiskusikan dan meneliti efek dari kondisi pelemahan nilai tukar rupiah ini dengan sesama kontraktor, untuk kemudian membuat usulan kepada pemerintah. Sementara itu, para kontraktor masih akan bergantung pada prediksi Bank Indonesia untuk menghitung perkiraaan biaya proyek-proyek baru.
“Kenaikan dollar itu mengakibatkan belanja atu biaya proyek itu lebih dari 5%, maka pada tahun pertama yang [dalam ketentuannya] tidak ada eskalasi seharusnya pemerintah berkewajiban memberikan eskalasi, karena keuntungan bersihnya rata-rata cuma 2 sampai 5%,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Aspal Beton Indonesia (AABI) Zulkarnain Arief menilai kenaikan harga dollar tidak hanya berimbas pada membengkaknya biaya pengadaan bahan infrastruktur impor seperti aspal, tetapi juga tehadap pinjaman luar negeri para kontraktor. Karena itu, para kontraktor perlu mengajukan permohonan penjadwalan ulang pengembalian pinjaman.
“Pinjaman pasti terpengaruh, mungkin kita harus minta reschedulling kalau memang tidak bisa kita penuhi pinjaman lunas tahun ini, misalnya. Harusnya perbankan memaklumi,” ujarnya.
Selain itu, Zulkarnain menilai eskalasi diperlukan bagi proyek tahun jamak (multi years). Pasalnya, biaya proyek infrastruktur yang masih menggunakan bahan impor seperti aspal akan membengkak mengikuti harga dollar yang terus naik.
"Aspal sekarang pada waktu kita menawar harganya Rp 11.000 ,tapi ketika dia menjadi Rp15.000 dia akan pengaruh [terhadap biaya proyek], tetapi perlu dilihat lagi. Kalau ada kontraktor yang harusnya mengaspal bulan Agustus, karena Agustus baru ada gejolak [pelemahan rupiah] saya kira tidak perlu dia mendapatkan fasilitas [eskalasi], tetapi kalau bulan Oktober, saya kira baru diperlukan,” ujarnya.