Bisnis.com, JAKARTA—Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), pembangunan infrastruktur berupa bangunan dan jembatan sebaiknya diarahkan menjadi bangunan bernilai tambah, yang memiliki fungsi lain seperti efisiensi energi dan pemanfaatan teknologi mutakhir. Dengan demikian proses alih teknologi akan diserap manfaatnya oleh pekerja konstruksi Indonesia.
Direktur Eksekutif Center for Sustainable Infrastructure Development (CSID) Universitas Indonesia Mohammed Ali Berawi mengemukakan peningkatan kualitas dan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) mutlak dilakukan dalam era MEA nanti. Oleh karena itu, ujarnya, pembangunan infrastruktur di Indonesia perlu diarahkan bukan lagi menuju green buildings, tetapi smart buildings.
“Smart building itu teknologi masuk ke bangunan, energi jauh lebih sedikit digunakan, kemudain pergerakan lebih baik, air juga lebih efisien, itu bisa menghemat biaya perawatan selama 30 tahun dan jauh lebih murah dan efisien dengan bangunan konvensional yang bayar listrik,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (31/08).
Dia menyatakan penerapan konsep bangunan bernilai tambah tersebut dapat dilakukan dengan perencanaan desain yang jauh lebih detail di awal. Dia mencontohkan, salah satunya konsep desain jembatan selat sunda yang sempat dia rancang, memiliki fungsi bukan hanya sekedar penghubung dua tempat, melainkan juga memiliki pembangkit listrik tenaga arus bawah laut, pembangkit listrik tenaga angin, serta akses pariwisata ke Pulau Sangiang.
Dengan demikian, proyek infrastruktur yang tadinya hanya memiliki satu fungsi, kini memiliki beberapa fungsi sekaligus. Hal tersebut diyakini mampu mendongkrang nilai rasio investasi atau internal rate of return (IRR) sebesar 7,26%.
Di sisi lain, dia mengungkapkan tantangan yang dihadapi adalah kesiapan pemerintah atau para investor terkait untuk menggelontorkan dana investasi yang lebih besar di awal untuk pembangunan smart buldings. Meski demikian, jika dikalkulasikan secara menyeluruh, biaya operasional seperti pemeliharaan dan perbaikan akan jauh lebih efisien dibandingkan dengan bangunan konvensional.
Berawi menyadari kapasitas teknologi dalam negeri belum mencukupi untuk pembangunan infrastruktur bernilai tambah. Oleh karena itu, pihaknya merekomendasikan untuk menggandeng negara lain yang lebih maju dalam menyediakan teknologi mutakhir.
“Nanti di situ akan terjadi alih teknologi. Jadi alih teknologi itu bisa masuk ke dunia manufaktur kalau seandainya produk yang dihasilkan punya nilai tambah, puunya fungsi tambahan. Kalau tidak, masih konvensional begitu, apa yang mau dialihteknologikan?” ujarnya.