Bisnis.com, JAKARTA—Dewan Perwakilan Rakyat menargetkan rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi segera disahkan pada September tahun ini.
Anggota Komisi V DPR RI Anton Sukartono Suratto mengakui rencana pengesahan undang-undang tersebut mengalami kemunduran dari target awal pada akhir Agustus ini. Menurutnya, tertundanya pengesahan tersebut karena masih adanya rekomendasi tambahan dari para pakar terkait sehingga pihaknya terus melakukan perubahan dalam tubuh undang-undang.
“Rencananya memang Agustus cuma September kayaknya,masih ada beberapa hal yang harus disinkronisasi, setalah itu tinggal kita ajukan ke badan legislasi (baleg). Mudah-mudahan September bisa kita sahkan,” ujarnya usai menghadiri Focus Group Discussion (FGD) Telaah Urgensi Rencana Undang-Undang (RUU) Arsitek dan Jasa Konstruksi, Senin (31/08).
Menurutnya, UU Jasa Konstruksi 2015 akan mencantumkan beberapa perubahan yang signifikan dibandingkan dengan UU Jasa Konstruksi No.18/1999. Salah satunya adalah pasal mengenai ketentuan penyelesaian sengketa jasa konstruksi, yang selama ini diselesaikan secara perdana, tetapi nanti akan diselesaikan secara perdata.
Dia menilai selama ini banyak berkembang konflik antara pemakai dan penyedia jasa konstruksi. Sayangnya, mekanisme penyelesaian sengketa tersebut belum diatur secara jelas sehingga diangggap merugikan para penyedia jasa.
Anton menambahkan, undang-undang juga mengatur mekanisme sertifikasi pekerja kontraktor oleh lembaga independen yang ditunjuk pemerintah. Meski pasal itu tidak menyebutkan nama lembaga secara spesifik, tetapi dia meyakini fungsi sertifikasi tersebut tetap akan dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN).
“Untuk sementara ini kayaknya tetap itu (LPJKN), sampai ada perkembangan lebih lanjut, karena kan tidak gampang juga memulai hal yang baru. Mungkin yang sudah ada kalau memang jelek ya kita perbaiki apa yang jeleknya, karena untuk apa kita bikin sesuatu yang baru tetapi tidak jelas juga akan lebih baik atau tidak,” katanya.
Undang-Undang Jasa Konstruksi yang baru juga akan memuat perubahan konsep yang lebih terperinci mengenai bidang usaha jasa konstruksi. Adapun klasifikasi baku lapangan usaha konstruksi di Indonesia yang akan ditetapkan dalam undang-undang tersebut antara lain jasa konstruksi gedung, jasa konstruksi bangunan sipil, dan jasa konstruksi khusus.
Di sisi lain, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi) Iskandar Z. Hartawi mengaku sangat menunggu pengesahan undang-undang tersebut. Menurutnya, undang-undang tersebut akan membuat iklim usaha lebih kondusif bagi para kontraktor.
“Idealnya undang-undang jasa konstruksi kita harus direvisi, toh sampai sekarang belum disahkan,” ujarnya.
Iskandar mengungkapkan, selama ini para kontraktor mengalami kecemasan akan adanya upaya “kriminalisasi” terhadap mereka. Dia mengaku mekanisme penyelesaian sengketa proyek jasa konstruksi memang belum diatur secara jelas, dan selama ini kontraktor terancam tindak pidana setiap ada aduan masyarakat.
“Iya, jangan sampai ada kriminalisasi seperti itu. Kita ini bukan malaikat, kita ini manusia biasa. Kalau mau dicari-cari ya ada saja salahnya,” tambahnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk segera melakukan pengesahan terhadap Undang-Undang Jasa Konstruksi. Selain itu, Iskandar juga merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan batas toleransi yang lebih fleksibel terhadap proyek jalan yang ditenderkan kepada kontraktor.