Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MENKEU BAMBANG BRODJONEGORO: Jangan Berharap Ada Super-solution (1)

Bisnis berkesempatan mewawancarai Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengenai cara pemerintah memulihkan kepercayaan pasar, di rumah dinasnya, Minggu (14/6/2015). Berikut petikan wawancaranya:
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. /Bisnis Dedi Gunawan
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. /Bisnis Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA -- Sejak rencana normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat ditiupkan medio 2013, pasar keuangan Indonesia kerap didera guncangan. Terakhir, gejolak terjadi awal Juni ini sehubungan dengan data ekonomi AS yang membaik, yang memunculkan spekulasi percepatan kenaikan suku bunga the Fed ke tahun ini. Ketiadaan sentimen positif dalam negeri --tecermin pada perlambatan tajam ekonomi, akselerasi inflasi, kelambanan realisasi belanja-- memperparah situasi.

Bisnis berkesempatan mewawancarai Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengenai cara pemerintah memulihkan kepercayaan pasar, di rumah dinasnya, Minggu (14/6/2015). Berikut petikan wawancaranya:

Persepsi pasar mengenai fiskal tidak bagus. Kalau persepsi ini tidak dikelola dengan baik bisa berpengaruh buruk. Bagaimana pandangan Bapak dari sisi pengelolaan ekonomi?

Kami sangat memahami terjadi tekanan terhadap nilai tukar rupiah, yang kemudian berimbas pada kenaikan yield SUN 10 tahun, dan juga sahamnya (indeks harga saham gabungan) terdorong ke bawah 5.000. Perlu saya tegaskan, pemerintah sangat concern. Kami akan melakukan segala upaya untuk bisa menjaga capital market dari tekanan tadi.

Untuk rupiah, jelas BI yang akan in charge dalam operasi pasar, money market-nya, ya dengan intervensinya atau kebijakan lain.

Kami jaga dari sisi SUN 10 tahun karena itu dalam kendali kami. Pertama, kami dorong dari sisi deepening pasar bond itu sendiri dalam waktu pendek. Dan, kami upayakan setiap lelang SUN adalah lelang yang bisa memberikan sentimen yang positif  karena sentimen positif dari lelang SUN akan memperkuat nilai tukar rupiah. Jadi, ini upaya kami memperkuat rupiah, paling tidak dalam jangka pendek. Untuk IHSG, yang perlu kami ciptakan adalah bagaimana membangun kepercayaan pasar.

Memang, bicara mengenai prospek perekonomian Indonesia secara umum, semua akan mengacu pada pertumbuhan triwulan I. Tapi sebenarnya perekonomian triwulan I, pertama, kalau bicara secara global, ya kita sebenarnya tidak jelek-jelek amat. Masih banyak negara lain yang terkoreksi lebih dalam dari Indonesia, paling tidak di bawah Indonesia.

Kedua, yang menyebabkan triwulan I tumbuhnya menurun adalah pertumbuhan negatif ekspor. Jadi, sektor eksternal ekspor-impor ini yang menjadi penyebab utama pertumbuhan turun, di samping konsumsi yang sedikit di bawah biasanya. Sedangkan investasinya belum pick up, belum benar-benar meluncur.

Jadi, yang kami upayakan dari triwulan II sampai akhir tahun adalah bagaimana mendorong investasi ini. Karena bagian dari investasi ini adalah investasi pemerintah, makanya salah satu upaya kami adalah bagaimana anggaran ini dipercepat meskipun menghadapi kendala.

Kendalanya adalah APBNP 2015 yang merupakan revisi total dari APBN induk itu baru selesai Februari. Proses dokumentasi pencairan anggaran baru selesai Maret, ditambah ada 13 kementerian mengalami perubahan nomenklatur. Ini yang membuat efektivitas pencairan anggaran, belanja K/L terutama, baru dirasakan  Mei dan mungkin baru mulai naik Juni ini.

Untuk investasi swasta, yang paling penting adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan investasi yang melalui BKPM. Kalau kita lihat PMDN dan PMA, kemarin pertumbuhannya masih 15%. Masih oke, cuma di masa lalu pertumbuhannya biasanya 20% per triwulan.

Jadi, perlu ada upaya mendorong pertumbuhan investasi 20% atau lebih. Kuncinya, perbaikan iklim investasi. National one stop service-nya sudah, tapi mungkin konteks kemudahan perizinan, mengurangi jumlah perizinan, mengurangi hari aplikasi, itu yang harus dikurangi terus, terutama oleh kementerian/lembaga yang bertanggung jawab mengurus izin investasi. Kami harapkan ini bisa membuat pertumbuhan 2015 lebih baik. Sekarang kami coba realistis, pertumbuhan 2015 harus lebih baik dari 2014.

Kalau untuk konsumsi, kalau kemarin 5%, bisalah naik lagi ke 5,1% atau 5,2%. Kuncinya adalah kita menjaga daya beli, utamanya dengan pengendalian investasi. Inflasi year to date kita cukup rendah, 0,42%. Tapi, kalau kita lihat penyebab inflasinya, ini yang harus kita lebih concern karena penyebab inflasi terbesar sekarang adalah volatile foods, harga pangan yang bergejolak. Kalau yang pemerintah itu (administered price) porsinya sudah lebih kecil. Jadi, pemerintah di sini melalui beberapa institusi harus menjaga pasokan dan distribusi pangan untuk memastikan harga terkendali.

Tantangan terbesar memang inflasi di Juli. Juni penting, tetapi yang critical adalah Juli karena itu inflasi ketika terjadi puasa dan Lebaran.Kalau inflasi Juli bisa dikendalikan, saya kok optimistis inflasi kita bisa 4% tahun ini. Ini sangat membantu daya beli pada sisi konsumsi.

Kalau konsumsi kita jaga, spending pemerintah kita optimalkan --kami perkirakan belanja modal pemerintah bisa 90% penyerapannya dibanding tahun lalu yang kurang dari 80%-- kami harapkan ini bisa berikan daya dukung terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kalau ekspor, saya pikir jangan lagilah tumbuh negatif. Harus ada berbagai cara supaya ekspor membaik.

Saat anggaran pemerintah mulai jalan Mei-Juni, pada saat yang sama kepercayaan pasar runtuh, terlihat dari IHSG segala macam. Ini sentimen belaka?

Memang tekanan terhadap rupiah muncul ketika ada FOMC meeting. Sentimen domestik bagaimanapun dipengaruhi oleh sentimen global. Di global itu ada dua yang dijadikan bahan spekulasi oleh investor. Satu, rapat FOMC Senin-Selasa besok, yang terpengaruh oleh data nonfarm payroll Amerika yang di atas ekspektasi, seolah-olah ada kesan perekonomian Amerika sudah membaik sehingga tingkat bunga perlu segera dinaikkan. Segala data yang membaik memunculkan kemungkinan dipercepat

Kedua, masalah Yunani kemarin yang kemungkinan gagal bayar yang diselesaikan dengan janji bahwa pembayaran yang tadinya berdasarkan termin-termin mau disatukan pada bulan ini. Ini kan menimbulkan spekulasi baru. Dulu yang meminta dari bayar sekali jadi beberapa kali itu Yunani sendiri. Sekarang sudah beberapa kali, dibalikin ke yang bayar sekali. Orang kan jadi ragu-ragu.

Sentimen ini yang kemudian, karena globalnya negatif, ya terus terang kebanyakan orang berpikir, kalau begitu domestiknya harus ada solusinya. Mereka merasa domestik tidak ada solusinya sehingga menganggap APBN tidak akan bisa menggantikan, pencairan tidak berjalan semestinya, penerimaan kurang sehingga defisit membesar segala macam. Itu sentimen yang menurut saya akan selalu muncul, on and off. Begitu ada sentimen negatif di luar, sentimen ini (domestik) akan muncul lagi. Namanya investor, apalagi pasar saham, ya dia berharap IHSG turun dulu, supaya dia bisa beli, borong saham-saham yang berkualitas misalnya, termasuk di pasar SUN

Saya pikir ini memang ada mekanisme pasar, tetapi tugas pemerintah adalah memastikan pasar tidak bergejolak dan tidak ujungnya merugikan ekonomi kita sendiri.

Dari sederet faktor eksternal tadi, Indonesia yang kena paling parah di Asia, khususnya di pasar SUN. Kenapa begitu?

Itu terkait rupiah. Pergerakan SUN akan bergantung pada rupiah. Kalau rupiah dalam tekanan, SUN dalam tekanan. Melihat pola ini, sekarang saya mencoba supaya SUN ini bisa memberikan sentimen positif terhadap rupiah. Jadi, bukan sebaliknya, ketika ada sentimen negatif ke rupiah, SUN kita pasti kena. Kita coba mau seimbangkan supaya SUN bisa kasih sentimen positif ke rupiah. Waktu kita lelang SUN yang bagus kemarin, itu langsung membantu penguatan rupiah. Nah, saya baca di situ, kita harus hati-hati setiap lelang SUN. Pastikan sinyal ke market bagus, pastikan lelang itu menimbulkan sentimen positif sehingga membantu menguatkan rupiah, dan pastinya mengurangi yield-nya sendiri.

Fenomena superdolar sedikit banyak akan memengaruhi daya beli yang pada gilirannya berdampak ke pertumbuhan. Kita tetap bisa capai pertumbuhan rata-rata 7% dalam lima tahun?

Yang bikin 7% lima tahun bukan saya. Itu Bappenas. Tapi, yang pasti kami akan upayakan pertumbuhan yang terbaik untuk Republik ini. Pertumbuhan yang tidak berbenturan dengan stabilisasi karena pertumbuhan dan stabilisasi kadang bisa tidak sejalan. Jadi, kita mau jaga dua-duanya penting. Kalau stabilisasi tidak dijaga, kamu harus ingat yang terjadi 1998. Pertumbuhannya gila-gilaan waktu itu, 7%, bisa 8%. Tapi karena enggak jaga stabilitas, hanya dengan sekali attack, kolaps ekonomi kita langsung. Itu yang we cannot afford to have it anymore.

Pertumbuhan yang seimbang stabilisasi di kisaran berapa?

Saya tidak ngomong 5 tahun ya, saya ngomong tahun ini itu di atas 5% harusnya bisa, tapi kalau dipaksakan ke 6% tidak bisa. Memang bisa dipacu ke 6%, nanti dibantu BI nurunin BI Rate, misalnya, kasih stimulus ini-itu, utang dinaikin, nanti stabilisasi bahaya. Itu rupiah bisa terbang kemana-mana tuh. Saya cuma ngasih tahu, ekonomi itu bukan semuanya linier. Tahun ini 5%, karena 2014 itu benar-benar at the bottom.

Butuh berapa lama stabilisasi sampai kita tumbuh tinggi?

Ya stabilisasi, selama ada potensi kenaikan suku bunga AS, ya harus dijaga terus. Stabilisasi itu forever harus dijaga. Stabilisasi ini yang gak bisa membuat kita jor-joran dalam pertumbuhan. Kecuali kita ambil risiko, akan kena seperti 1998 lagi. Kan bisa dibedakan antara 1998 dan 2008. Kenapa 2008 kita bisa selamat? Karena mekanisme stabilisasi. Di 1998 tidak ada itu, kita langsung kolaps.

Sekarang contohnya Rusia. Rusia bisa tumbuh tinggi, tapi dia tidak menjaga, stabilisasi. Terus pakai uang minyak terus-terusan digenjot. Pertumbuhan negatif. Saya tidak mau deh. Kita tetap tumbuh, tapi stabilitas dijaga. Coba lihat 1998, kita yang sudah akan new leaders hilang, kita mau lewat middle-income, hilang juga. Semua hilang gara-gara 1998. Memang itu tidak boleh terulang lagi. Recovery-nya baru selesai 2004-2005 itu mungkin. Butuh waktu lama kita untuk benar-benar pulih.

Sekarang sudah lebih baik. Contohnya perbankan. CAR masih 20%, NPL kisaran 2%. Inflasi waktu itu masih double digit kan waktu itu. Level 9% paling bagus. Sekarang relatif di bawah 5%. Pertumbuhan juga masih lumayan 4%-6% sudah bagus. Pokoknya saya gak mau seperti 1998 terulang, seperti Brasil dan Rusia. Padahal dulu orang memuji Brasil kan. Kita disuruh kayak Brasil, tapi kan Brasil lupa jaga stabilitas.

India masih bisa tumbuh karena cadangan devisa sudah sangat besar, jadi mata uangnya float begitu saja. Kedua, memang basis ekonominya besar, karena mereka tidak bergantung ke komoditas. India tidak hidup komoditas. Dia hidup dari jasa, IT, manufaktur. Itu yang menyelamatkan India.

Itu sama kayak di kita ini. Perbandingan antar pulau. Kenapa Jawa masih 5%, karena jasa dan manufaktur. Kalimantan pure komoditas, langsung kena, cuma 1%. Dan kita lihat, kita harus mulai menjamah sektor-sektor ini, yang selama ini dikerjakan tidak serius.

Seperti tourism, ini bisa jadi kunci penyelamat dalam waktu cepat. Karena dia bisa menolong defisit transaksi berjalan, dia juga bisa menolong pertumbuhan. Ya sekarang masih banyak hambatan. Mau bebas visa saja, harus ada aturan resiprokal. Kalau sekarang sudah keluar, itu lama sekali. Jepang sampai bertanya, mereka sudah kasih, kok kita belum. Artinya, kemampuan kita mencari alternatif. Karena kita selalu terbuai dengan komoditas.

Kemarin kita merasa semua hebat, itu artifisial. Alasannya cuma harga CPO dan batubara tinggi. Sudah, itu saja. Plus harga minyak dan tambang. Begitu harga-harga itu turun, pemerintah tidak bisa apa-apa. Seolah tidak punya alternatif, padahal mestinya kita punya banyak alternatif.

Saat ini mumpung politik lagi stabil, kan bagus. Thailand itu, kenapa tumbuh pernah 1%, kan kena banjir dan ribut-ribut pemerintahan, jumlah turis dan investasi langsung drop. Kita itu tidak bisa mengkapitalisasi apa yang kita punya. Kita politik sudah stabil, tidak ada isu yang serius, tapi tidak kita dorong bener, ya investasi atau tourism. Kalau dua ini masuk, saya yakin defisit transaksi berjalan cepet turunnya.

Bersambung  ke bagian kedua: Koordinasi dengan BI

Pewawancara: Abraham Runga Mali, Arys Aditya,  dan Sri Mas Sari 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper