Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Potensi Pajak Kapal Asing Diperkirakan Rp12 Triliun? Begini Pendapat INSA

Otoritas pajak dan transportasi laut akhirnya memanggil para pelaku usaha pelayaran nasional guna mendalami potensi pajak dari kapal luar negeri yang bisa mencapai triliunan rupiah per tahun.
Potensi pajak kapal asing diperkirakan bisa mencapai Rp12 triliun. /
Potensi pajak kapal asing diperkirakan bisa mencapai Rp12 triliun. /

Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas pajak dan transportasi laut akhirnya memanggil para pelaku usaha pelayaran nasional guna mendalami potensi pajak dari kapal luar negeri yang bisa mencapai triliunan rupiah per tahun.

Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menjelaskan pemanggilan dari otoritas ini dimaksudkan guna mendalami  potensi penerimaan pajak dari sektor angkutan laut tremper rute luar negeri yang dilaksanakan oleh kapal-kapal asing untuk kegiatan angkutan komoditas batubara,  crud palm oil (CPO) maupun hasil tambang Indonesia lainnya.

"Ya benar, kami sudah dipanggil Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Perhubungan untuk mendalami masalah potensi pajak atas kapal asing tersebut," kata Carmelita dalam siaran pers kepada Bisnis, Sabtu (11/4/2015).

Dalam pertemuan ini, INSA asosiasinya memaparkan potensi pajak yang dapat dipungut dari kapal-kapal luar negeri yang melayani angkuten tremper atas komoditas ekspor Indonesia, tetapi selama ini mereka tidak dipungut pajak, sementara kapal berbendera Indonesia yang melakukan kegiatan yang sama justru dipungut pajak.

Dalam kajian INSA, jelas Carmelita, estimasi penerimaan pajak baik PPN dan PPh yang bersumber dari kapal-kapal asing yang bisa dipungut oleh pemerintah, khususnya dari angkutan komoditas  batu bara, crude palm oil (CPO), offshore, kapal-kapal untuk proyek angkutan umum maupun kapal yang mengangkut komoditas ekspor lainnya yang  mencapai Rp5 triliun hingga Rp12 triliun per tahun.

Adapun mekanisme yang paling efektif, menurut INSA, untuk memungut pajak-pajak bagi kapal asing yang mengangkut muatan ekspor Indonesia adalah dengan cara mensyaratkan kepada kapal-kapal asing tersebut untuk menyerahkan bukti pembayaran pajak pada saat kapal-kapal asing tersebut akan berangkat ke luar negeri.

"Kebijakan memungut pajak atas kapal asing yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia merupakan suatu yang lazim," tegas Carmelita.

Dia menambahkan kebijakan tersebut lazim karena kapal-kapal nasional juga mendapatkan perlakuan yang sama.

INSA menyarankan fokus pemerintah mengubah sistem perpajakan yang selama ini diberlakukan bagi pelayaran nasional serta tidak mengubah kebijakan pajak final.

Selain itu, INSA berharap pemerintah segera mengeluarkan insentif kebijakan pajak bagi pelayaran nasional karena hal ini sudah sangat mendesak mengingat kompetisi pada era Asean Economic Community sangat ketat dan tren muatan yang menurun, padahal negara-negara lain sudah siap untuk merebut pangsa pasar Indonesia.

Carmelita melihat keunggulan negara lain adalah karena dukungan kebijakan fiskal dari negara mereka.

"Kebijakan memberikan insentif fiskal itu merupakan amanat  UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, khususnya pasal 56 dan 57," ujarnya.

Disisi lain, insentif itu akan mendukung pertumbuhan usaha pelayaran nasional secara signifikan sehingga mampu menjamin peningkatan penerimaan negara dari sektor pelayaran.

Berdasarkan catatan Bisnis, ketergantungan terhadap kapal asing dalam kegiatan ekspor-impor Indonesia menjadi penyebab membengkaknya defisit neraca jasa sepanjang 2011-2014.

Tercatat sektor transportasi sendiri menyumbang defisit neraca jasa tertinggi dengan Rp8,21miliar tahun lalu, berkurang dari posisi defisit Rp8,92 miliar pada 2013.

Bahkan, menurut data INSA 91% dari 567 juta ton volume ekspor dan impor Indonesia dikuasai kapal asing.

Dirjen Perhubungan Laut Bobby R. Mamahit pada pertengahan Maret lalu mengatakan kementeriannya tengah memproses masalah ini.

"Masih dalam proses karena kita sedang cari data juga soal kapal asing," ujar Bobby (16/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Setyardi Widodo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper