Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tingkat Hunian Tinggi, Surabaya Butuh Mal Baru

Pengelola pusat perbelanjaan meyakini kebutuhan ruang ritel di Surabaya bakal semakin tinggi mengingat tingkat keterisian mal yang ada rerata sudah mencapai 98% terutama untuk mal kelas menengah ke bawah.

Bisnis.com, SURABAYA - Pengelola pusat perbelanjaan meyakini kebutuhan ruang ritel di Surabaya bakal semakin tinggi mengingat tingkat keterisian mal yang ada rerata sudah mencapai 98% terutama untuk mal kelas menengah ke bawah.

Pakuwon Group, salah satu pengembang besar yang kerap bermain bisnis sewa ruang ritel di Surabaya, mengklaim jika tingkat hunian mal yang dikelolanya selalu hampir penuh. Di antaranya seperti mal Tunjungan Plaza 1-4 yang mencapai 99%, Pakuwon Supermall mencapai 92%, Pakuwon Trade Center (PTC) 94%, dan Royal Plaza (middle-low) yang mencapai 98%.

"Okupansi Royal Plaza itu sangat tinggi sejak awal, makanya kalau dibilang ritel di Surabaya over suplai itu tidak benar. Namun memang tidak semua riteler mau masuk mal sembarangan, mereka akan melihat siapa developer-nya dan pengalaman-nya," jelas Sutandi Purnomosidi, Direktur Pakuwon Group di Surabaya, Selasa (10/3/2015).

Dia mengatakan meski tahun ini pengelola mal menaikan tarif service charge sebanyak 10%, tetapi hal tersebut ternyata tidak serta merta membuat permintaan ruang ritel menurun.

Menurutnya, kondisi itu dipicu oleh kenaikan upah pegawai sehingga dapat menyeimbangkan daya beli masyarakat untuk berbelanja di pasar moderen.

"Ketika penghasilan pekerja itu naik, akhirnya orang akan mampu berbelanja. Kalau tidak ada kenaikan upah, sedangkan harga barang-barang naik, nanti daya beli akan turun," jelasnya.

Sejak diterapkan upah baru, Pakuwon Group telah menaikan service charge mal yang disumbang oleh kebutuhan membayar upah karyawan 25%, listrik 60%-70% dari total biaya operasional mal.

"Kenaikan upah memang sangat terasa sekali. Untuk satu mal ada sekitar 600-1.000 orang yang terdiri dari sekuriti, cleaning service dan parkir, belum lagi enginering. Sehingga kalau ada kenaikan upah Rp500.000/orang, akan ada ekstra cost Rp500 juta/bulan untuk membayar 1.000 pekerja," jelasnya.

Sejalan dengan hasil riset Colliers International pada 2014. Sebagai kota terbesar kedua, Surabaya masih membutuhkan penambahan mal khususnya untuk segmen menengah ke bawah untuk mengakomodasi para riteler produk Usaha Kecil Menengah (UKM). Kebutuhan mal tersebut khususnya berada di pinggiran kota.

Sepanjang 2014, tercatat belum ada mal baru yang beroperasi di Surabaya, tetapi pada 2015 terdapat proyek penyelesaian mal baru untuk mengantisipasi kebutuhan pasar pada 2016-2017.

Beberapa mal yang sedang dalam proses pembangunan di Surabaya tak lain digarap oleh tiga pengembang besar, yakni Pakuwon Group, Intiland, dan Ciputra Group.

Tahun ini Pakuwon tengah menyelesaikan eksisting mal Tunjungan Plaza 5 dan 6 yang akan rampung pada 2017. Sementara, Intiland menyelesaikan mal di dalam kawasan superblok Praxis, dan Ciputra meneruskan pembangunan Ciputra World Surabaya tahap kedua yang direncanakan mulai digarap pada 2017-2018.

Wakil Presiden Direktur PT Intiland Development Tbk Sinarto Dharmawan mengatakan ruang ritel yang dibangun di kawasan superblok Praxis tersebut untuk melengkapi kebutuhan penghuni apartemen Praxis maupun warga Surabaya secara umum.

"Tren properti ke depan ini memang berkonsep mixed use, di mana ada hunian, di situ perlu ada mal, dan ada ritel sehingga segala aktivitas penghuni sudah dipenuhi di kawasan tersebut," katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper