Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Diminta Tak Terburu-buru Hapus Premium

Pemerintah diminta tidak terburu-buru menghapus premium dan mengalihkannya ke pertamax sebelum membangun kilang minyak baru.

Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah diminta tidak terburu-buru menghapus premium dan mengalihkannya ke pertamax sebelum membangun kilang minyak baru. Jika tetap dipaksakan, kondisi ini justru bisa dimanfaatkan oleh mafia migas.

Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengatakan penghapusan dan pengalihan premium ke pertamax tidak boleh dipaksakan dalam waktu singkat.

“Pemerintah jangan terburu-buru menghapus bahan bakar minyak jenis premium karena banyak kilang Pertamina masih memproduksinya,” kata Kurtubi, Minggu (18/1/2015).

Jika pemerintah harus impor besar-besaran dalam waktu singkat, hal ini justru bisa dimainkan pengusaha di Singapura sehingga PT Pertamina harus bisa mengubah produksi premium ke pertamax.

"Kita mendorong pemerintah membangun kilang minyak agar bisa swasembada BBM.  Namun, paling cepat dibutuhkan waktu 4 tahun untuk merealisasikan penghapusan premium tersebut," katanya.

Menurut Kurtubi, upaya pemerintah memberantas mafia migas pasti akan didukung semua pihak, termasuk DPR. 

Dia juga mendukung produksi BBM yang berkualitas dan ramah lingkungan tetapi penghapusan premium tidak boleh dipaksakan dalam waktu singkat. "Tidak bisa ujug-ujug diubah ke pertamax. Butuh waktu agar kita tidak terjebak lagi dalam mafia pertamax."

Direktur Eksekutif Center for Energy and Strategic Resources (Cesri) Prima Mulyasari Agustini mengatakan tren pengalihan konsumsi BBM jenis premium ke pertamax harus disikapi oleh pemerintah dengan cara mengurangi impor premium.

Dia menilai pengalihan konsumsi itu menandakan ada keinginan masyarakat untuk mendapatkan BBM yang lebih berkualitas.

“Mengurangi impor premium merupakan pilihan yang rasional untuk dipikirkan oleh pemerintah.

Dengan mengurangi impor premium berarti pemerintah mengarahkan masyarakat untuk mengonsumsi bahan bakar yang lebih berkualitas dan ikut mendidik masyarakat untuk mengurangi konsumsi BBM yang merusak lingkungan,” ujarnya.

Meski demikian, tuturnya, bukan berarti kebijakan strategis lainnya tidak diambil. Beberapa upaya yang bisa dilakukan setelah impor premium dibatasi ialah membangun kilang baru guna menopang peningkatan konsumsi pertamax di dalam negeri.

Pasalnya, lanjut Prima, jika mengandalkan penguatan kapasitas kilang yang ada, hal itu sulit terwujud. Meskipun kapasitasnya ditambah, kilang-kilang tersebut telah tua dan sulit memproduksi bahan bakar dengan kualitas lebih baik dari RON 88.

 

 

“Mengurangi impor premium merupakan kebijakan untuk mempercepat program pemerintah dalam membangun kilang baru. Jika kilang baru terbangun, untuk konsumsi di dalam negeri selanjutnya tidak mesti disuplai oleh BBM impor, tetapi dari dalam negeri sendiri. Atau kita tinggal membeli minyak mentah dari luar dan mengolahnya di dalam negeri dengan menggunakan kilang sendiri,” ungkapnya.

 

 

Pemerhati sektor energi Ichsanuddin Noorsy mengatakan Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi tidak menyelesaikan masalah dari hulu ke hilir tetapi sebatas di hilir saja. Padahal tim itu harus menyelesaikan dengan cara sistemik dan menyeluruh.

 

 

"Ketika mereka tak mampu membedah secara menyeluruh, mereka mengambil jalan pintas yakni opsi penghapusan RON 88 dan memberlakukan RON 92 dengan subsidi tetap," kata Noorsy.

 

 

Dia menilai hasil rekomendasi tim reformasi, menyisakan lima permasalahan. Pertama, tim tak pernah mengkaji secara sistemik dan struktural. Kedua, tak pernah membukukan permasalahan minyak dan gas bumi.

 

 

Ketiga, lanjut Noorsy, struktur biaya hulu ke hilir harus jelas seperti biaya minyak mentah, penyimpanan, distribusi, pajak dan ke tingkat eceran harus diketahui oleh publik tapi dalam praktiknya tidak ada.

 

 

Keempat, tim reformasi tidak menyelesaikan akar masalah yang selama ini terjadi, bahkan tim memanipulasi kata-kata energi menjadi harga ekonomis.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis :
Editor :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper