Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TOL LAUT, Tanpa Pengembangan Potensi Lokal Terjadi Dominasi Daerah Lain

Implementasi gagasan tol laut harus diikuti dengan pengembangan potensi lokal sehingga tidak terjadi dominasi satu daerah terhadap daerah lain.
Jalan Tol Laut/Antara
Jalan Tol Laut/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Implementasi gagasan tol laut harus diikuti dengan pengembangan potensi lokal sehingga tidak terjadi dominasi satu daerah terhadap daerah lain.

"Kebijakan tol laut harus diikuti dengan penguatan dan pemberdayaan masyarakat, sehingga tidak ada anak bangsa yang menjadi korban akibat ketimpangan ekonomi kawasan," kata Engelina Pattiasina, Direktur Archipelago Solidarity Foundation, dalam diskusi Menyingkap Kepentingan Asing Pada Proyek Tol Laut, Rabu (17/12).

Dalam diskusi yang diselenggarakan Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta, juga menghadirkan ahli hukum laut Dr Chandra Motik (Chandra Motik Maritim Centre) serta mantan Kepala Bais Soleman B Ponto.

Engelina yang juga Inisiator Menghidupkan Jalur Rempah mengatakan, pemerintah Jokowi-JK perlu mempertegas dan mempertajam program kemaritiman sehingga program ini menjadi acuan jangka panjang. "Rasanya, kita harus selalu belajar agar jangan sampai perhatian pemerintah mengubah orientasi kemaritiman yang sudah dibangun," katanya.

Dia menegaskan pengembangan bidang kemaritiman tidak akan cukup dalam 5 tahun mengingat kemaritiman memiliki ruang lingkup yang luas dan kompleks dalam konteks sebuah negara.

Sesungguhnya, kata Englina, sedikit keliru kalau hendak mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim sebab secara lahiriah Indonesia sudah berada di tengah. Indonesia berada di antara dua benua, dua samudera dan juga berbatasan dengan 10 negara.

Selama ini yang mengkhawatirkan bukan Indonesia yang mengambil manfaat dari posisi strategis itu, justru Indonesia dimanfaatkan negara tetangga secara beramai-ramai. "Maka Indonesia bukan menjadi poros yang menyejahterakan tetapi menjadi poros maritim dalam arti korban," katanya.

Dalam enam atau tujuh diskusi mengenai poros maritim yang digelar Archipelago Solidarity Foundation, sesungguhnya ada kekhawatiran dari pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Esean pada 2015. Kekhawatiran ini bukan mengada-ada karena di berbagai daerah tidak tampak adanya kesiapan untuk memasuki pasar bebas.

Akibatnya, kata mantan anggota Fraksi PDIP DPR ini, muncul kekhawatiran sebagai wilayah Indonesia bakal menjadi pasar dari produk negara lain, seperti yang sudah terlibat di mana-mana saat ini.

Kawasan Timur Secara khusus, menurut Englina, pemerintah harus memperhatikan Kawasan Timur Indonesia karena kawasan ini sangat jauh tertinggal dari kawasan barat sehingga berpotensi menjadi korban dari pelaksanaan pasar bebas.

Sesuai penelitian dari akademisi IPB yang dilansir Dr Victor Nikijuluw, Kawasan Timur Indonesia membutuhkan waktu satu abad untuk bisa menjadi seperti kawasan barat pada saat ini. Penelitian ini sangat ilmiah karena menggunakan berbagai indikator pembangunan.

"Bahkan dalam 25 tahun terakhir ada ketidakadilan dalam pengembangan kawasan sehingga menjadikan kawasan timur semakin tertinggal," katanya.

Ketertinggalan kawasan timur ini merupakan jawaban nyata dari pengabaian sektor maritim, perikanan dan kelautan. "Sebab sebagian besar wilayah kawasan timur terdiri dari laut dan sebagian besar pulau-pulau kecil," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper