Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Indonesia Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 5,1%-5,5%

Bank Indonesia (BI) memilih merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 5,1%-5,5%, ketimbang melonggarkan kebijakan moneter ketat, dengan alasan mengantisipasi gejolak inflasi dan neraca transaksi berjalan.
 Bank Indonesia
Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA—Bank Indonesia (BI) memilih merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 5,1%-5,5%, ketimbang melonggarkan kebijakan moneter ketat, dengan alasan mengantisipasi gejolak inflasi dan neraca transaksi berjalan.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi BI  tersebut merupakan proyeksi ketiganya sejak awal tahun ini. Sebelumnya, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,9%-6,2%. Kemudian direvisi menjadi 5,5%-5,9% pada Maret dan akhirnya menjadi 5,1%-5,5%

Dengan demikian, proyeksi BI tersebut mendekati proyeksi paling pesimistis, seperti proyeksi Bank Dunia sebesar 5,3% dan International Monetery Fund (IMF) sebesar 5,5%. Adapun, Bank Indonesia memilih mempertahankan suku bunga acuan 7,5%.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan revisi pertumbuhan ekonomi tersebut dipicu realisasi ekspor riil kuartal I/2014 dan perkiraan kondisi eksternal kedepan, seperti permintaan dunia, harga komoditas dan UU Minerba.

“Sebelumnya, kami memperkirakan ekspor barang dan jasa secara riil bisa tumbuh 8,15-8,5%. Tetapi, setelah melihat realisasi kuartal pertama, ekspor riil diperkirakan hanya tumbuh 1,5%-1,9%,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (8/5/2014).

Selain realisasi ekspor riil kuartal pertama, setidaknya ada tiga faktor lainnya yang menyebabkan ekspor riil sepanjang tahun ini di luar ekspektasi. Pertama, proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang direvisi dari 7,5% menjadi 7,3%.

Menurutnya, ekspor komoditas Indonesia ke Tiongkok akan melambat sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Negeri Bambu Tirai tersebut. Hal itu dikarenakan ekspor ke Tiongkok menyumbang 20% dari total ekspor komoditas.

Kedua, harga komoditas yang masih dalam tren menurun. Perry mencontohkan harga tembaga saat ini turun 8,1%, batubara 5,2% hingga karet yang turun 15,6%. Ketiga, terkait UU Minerba. Semula BI memperkirakan ekspor kuartal II akan mengalami peningkatan ekspor mineral.

Namun, berdasarkan informasi yang diterima BI, diketahui masih ada hambatan bagi eksportir dalam memperoleh izin ekspor mineral dari pemerintah, terutama Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan.

“Jadi permasalahan utamanya disebabkan kinerja ekspor riil, terutama ekspor mineral. Kami awalnya memperkirakan pengurangan ekspor dari mineral hanya US$1,8 miliar. tetapi dengan perkembangan terakhir, kami memperkirakan pengurangan ekspor menjadi US$3,8 miliar,” kata Perry.

Dia juga mengingatkan BI akan tetap memprioritaskan kestabilan inflasi dan pengurangan defisit transaksi berjalan.

Menurutnya, upaya penguatan ekspor lebih diserahkan kepada pemerintah. Namun, BI akan mendukung kinerja ekspor dengan cara melemahkan rupiah di level aman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper