Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Imbal Hasil SUN Bakal Capai Ekuilibrium Baru

Meski saat ini yield turun ke kisaran 7,5% tetapi imbal hasil surat utang negara (SUN) bakal mencapai titik keseimbangan baru di level 8% tahun depan

Bisnis.com, JAKARTA – Imbal hasil surat utang negara bakal mencapai titik keseimbangan baru di level 8% pada 2014 meskipun saat ini yield turun ke kisaran 7,5%.

Kuasa Khusus Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan ekuilibrium itu tercipta sebagai penyesuaian jika stimulus moneter bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve dihentikan.

Menurutnya, sulit bagi obligasi pemerintah untuk menuju imbal hasil di bawah 7% seperti terjadi sepanjang semester I/2013 mengingat pasar akan memperhitungkan penarikan pelonggaran kuantitatif  AS.

Sebelum The Fed melancarkan kebijakan quantitative easing (QE) I pada Maret 2009, yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun berada di kisaran 9%-10%.

"(Imbal hasil) harusnya kembali ke masa sebelum QE. Yah, lebih baik sedikit karena waktu itu belum investment grade. Mudah-mudahan nanti keseimbangan barunya di level 8%. US treasury-nya kan juga naik nanti,” katanya, akhir pekan ini.

Adapun mengenai penurunan yield belakangan ini ke kisaran 7% dari sebelumnya 8%, Robert menjelaskan hal itu terjadi lantaran adanya likuiditas yang mengalir kembali ke pasar utang Indonesia.

Menurutnya, penjelasan pemerintah dalam forum Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington, AS, baru-baru ini mengenai berbagai kebijakan untuk memperbaiki persoalan domestik cukup memulihkan kepercayaan investor.

Data Asia Bonds Online menyebutkan yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun pada 17 Oktober ditutup 7,53%, melemah 97,6 basis poin dari posisi awal bulan, tetapi menguat 233,5 basis poin dari posisi awal tahun.

"Sebelumnya, ada pertanyaan yang mengambang, isu-isu negatif yang tidak clear. Saya melihatnya seperti itu (pemulihan kepercayaan) sih,” ujarnya.

Meskipun demikian, pergerakan yield surat berharga negara nantinya tetap bergantung pada perkembangan kondisi eksternal dan internal.

Di internal sendiri, Indonesia masih menghadapi risiko defisit transaksi berjalan dan inflasi yang sewaktu-waktu dapat mengundang sentimen negatif di pasar utang.  (ra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper