Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Sangsi Pertumbuhan Manufaktur Penuhi Target

Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pesimistis pertumbuhan manufaktur sepanjangn tahun ini mampu mencapai target yang ditetapkan Kementerian Perindustrian, yakni 6,5%-7% pada 2014.Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi menyebutkan sebaiknya

Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pesimistis pertumbuhan manufaktur sepanjangn tahun ini mampu mencapai target yang ditetapkan Kementerian Perindustrian, yakni 6,5%-7% pada 2014.

Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi menyebutkan sebaiknya pemerintah lebih realistis dalam menentukan target pertumbuhan manufaktur dan ekonomi Indonesia. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun depan diproyeksikan menurun.

Sofjan memaparkan, berdasarkan proyeksi Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan menurun hingga 5,8%. Tak hanya itu, pemerintah juga menurunkan prediksi pertumbuhan pada tahun ini dan tahun depan.

"Semuanya harus hati-hati. Kami realistis saja, tahun depan hanya akan tumbuh 5,5%-5,7%. Untuk tahun ini paling besar hanya akan mencapai 5,7%," ujar Sofjan, Sabtu (17/8).

Hal tersebut, lanjut Sofjan, membuatnya pesimistis, pertumbuhan manufaktur pada tahun ini dan tahun depan tidak akan mampu melebihi 6%. Padahal, Menperin M.S. Hidayat sudah mengoreksi target sepanjang tahun ini menjadi 6,3%.

"Saya tidak terlalu percaya (target) itu bisa tercapai," tambahnya.

Sofjan mengatakan belum lagi pada 2014, manufaktur dalam negeri akan kembali mengalami penaikkan upah minimum buruh. Adapun besar penaikkan upah minimun masih menjadi perdebatan.

Tak hanya itu, regulasi mengenai outsourcing yang akan diterapkan mulai November tahun ini mau tak mau menurutnya, akan memberikan dampak signifikan terhadap industri khususnya padat karya.

Adapun laporan, kamar perdagangan dan industri Korea kepada Apindo menyampaikan selama 6 bulan terakhir telah melakukan pemberhentian hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 60.000 buruh pada sektor elektronik, tekstil, dan alas kaki. Sebagian besar perusahaan menggantikan tenaga kerja dengan mesin agar tak harus menekan produksi.

"Yang menjadi permasalahan kita saat ini adalah balance of payment. Selain itu pemerintah juga menggenjot konsumsi, tapi yang lebih banyak digunakan juga impor. Ini tidak akan menguntungkan bagi industri," tutur Sofjan.

Meski demikian, Sofjan meminta agar pemerintah lebih banyak berdiskusi dengan pengusaha untuk memutuskan sektor apa saja yang dapat diprioritaskan untuk menggenjot pertumbuhan.

Sofyan memproyeksikan pada tahun depan industri makanan dan minuman serta farmasi masih akan tumbuh meski pada tahun ini target omzet keduanya meleset.

"Manufaktur pada tahun depan sulit tumbuh, karena ongkos naik semua. High cost economy dan pemerintah sepertinya belum ada usaha untuk menangani hal ini. Kami harus realistis, melihat dari sudut pandang terburuk," ungkap Sofyan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper