Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Gas, Pengusaha Sumut Tolak Kenaikan Harga 40%

Bisnis.com, MEDAN - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sumatra Utara menolak rencana Satuan Kerja Khusus Pengatur Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk menaikkan harga gas 40%.

Bisnis.com, MEDAN - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sumatra Utara menolak rencana Satuan Kerja Khusus Pengatur Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk menaikkan harga gas 40%.

Pasalnya, di Sumut masih dilanda krisis gas.

Pejabat Sementara Ketua Kadin Sumut Tohar Suhartono menolak secara tegas rencana kenaikan harga gas tersebut. Dia meminta pemerintah menunda kenaikan harga gas khusus untuk Sumatra Utara.

"Pemerintah harus menunda kenaikan harga gas khusus untuk Sumut. Soalnya sampai sekarang masih kekurangan gas. Kami ada rencana untuk protes ke Jakarta," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (17/7/2013).

Pengusaha di Sumut, kata dia, sudah meminta kepada pemerintah Provinsi Sumut untuk menyampaikan kepada pemerintah pusat agar kenaikan gas ditunda.

Kondisi saat ini, sambungnya, tidak memungkinkan untuk menaikkan harga gas hingga 40%. Inflasi yang tinggi, peguatan dolar Amerika Serikat di atas Rp10.000, menghadapi lebaran dan kekurangan pasokan listrik di Sumut menjadi masalah kompleks yang harus dihadapi pengusaha.

Terlebih lagi, pasokan gas di Sumut terus menurun. Pada awalnya pasokan gas ke industri Sumut sebanyak 17 juta kaki kubik standar per hari (MMSCFD) ditambah dari PT Pertiwi Nusantara Resources (PNR) sebesar 10 MMSCFD.

Namun, jumlah tersebut terus anjlok, bahkan dari PNR terhitung 10 Juli sudah nol.

"Tinggal sekarang dari pasokan PT Pertamina EP sebesar 7 MMSCFD, sehingga masih kurang 10 MMSCFD. Daftar tunggu bahkan bisa mencapai 24 MMSCFD lebih, kalau ada gas banyak yang meminta," jelasnya.

Untuk tekanan juga otomatis turun dari 17 BAR menjadi di bawah 0,5 BAR yang berakibat sangat mengganggu ke perusahaan tertentu seperti industri sarung tangan dan keramik.

Kepala SKK Migas Rudi Ru biandini sebelumnya mengatakan pihaknya ingin harga gas domestik naik sebesar 40% dari US$5,8 per MMBtu menjadi US$8 per juta Btu sehingga industri hulu migas tidak terlalu banyak mengeluarkan subsidi untuk pasar domestik.

Menurut Rudi, dengan harga gas domestik sebesar US$8 per juta Btu, industri domestik sebenarnya memperoleh subsidi sekitar 95% atau mencapai US$7 per juta Btu dari perusahaan hulu migas.

“Dengan harga rata-rata ekspor gas melalui pipa yang mencapai US$15,63 per juta Btu, maka berarti produsen gas di dalam negeri memberikan subsidi untuk industri domestik hampir US$10 per juta Btu. Itu besar sekali subsidinya,” ungkapnya.

Deputi Pengendalian Komersil SKK Migas Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan saat ini harga gas di dalam negeri masih terikat kontrak yang dibuat masing-masing penjual dan pembeli.

Dia pun menyatakan idealnya harga gas memiliki acuan seperti Indonesia Crude Price (ICP) untuk minyak bumi. “Memang seharusnya ada acuan harga gas Indonesia seperti ICP, karena lifting gas bumi telah dimasukkan dalam APBN,” katanya.

Menurutnya, penaikan harga gas di dalam negeri akan membuatnya kompetitif dibandingkan dengan harga ekspor sehingga secara otomatis akan dapat meningkatkan alokasi gas untuk domestik. 

Johan Brien, Ketua Asosiasi Perusahaan Pengguna Gas (Apigas) Sumut, mengatakan pelaku industri pengguna gas menolak tegas kenaikan harga gas. Alasannya, pasokan gas di Sumut masih kurang dengan tekanan gas tidak memenuhi kuota normal sehingga telah menyengsarakan industri.

"Mau dinaikan lagi harga di Sumut ini nggak masuk diakal kebijakan demikian, belum naik saja harga gas di Sumut hampir dua kali dari Malaysia yang produknya hampir semua sama dengan Sumut," ungkapnya.

Kondisi tersebut, sambungnya, tentu mengakibatkan tidak adanya daya saing industri di Sumut. Pada akhirnya, industri di Sumut akan mati suri dan berdampak pada penurunan ekonomi Sumut secara drastis.

Dia menambahkan, penaikkan harga gas berakibat pada Sumut yang semakin termarjinalkan secara ekonomi. Pengusaha berharap kebijakan seperti Keputusan Menteri ESDM Nomor 7/2007 pasal 10 yakni untuk Medan dan Sumut harga tidak ada kenaikan sampai volume dan tekanan gas telah terpenuhi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sukirno
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper