BISNIS.COM, JAKARTA--Pemerintah tak akan menghapus subsidi terhadap bahan bakar minyak (BBM) agar masyarakat tetap memiliki daya beli dan menggunakan komoditas strategis tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan saat pemberian subsidi merupakan kewajiban Pemerintah kepada masyarakat untuk menjaga daya beli masyarakat. Subsidi itu juga diberikan kepada BBM yang telah menjadi komoditas strategis dalam kehidupan sehari-hari.
“Sampai saat ini belum ada rencana untuk menghilangkan subsidi pada BBM. sekarang yang dilakukan Pemerintah adalah mengurangi jumlah subsidinya, jadi bukan dihilangkan,” katanya di Jakarta, Sabtu (22/6)
Wacik mengungkapkan keputusan menaikkan harga BBM subsidi merupakan langkah terakhir yang harus diambil Pemerintah untuk menjaga perekonomian nasional. Alasannya, harga BBM dan minyak mentah dunia terus naik, dan berdampak pada semakin besarnya anggaran yang harus dikeluarkan untuk memberikan subsidi BBM.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan pihaknya akan mengedepankan pemanfaatan energi baru dan terbarukan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap BBM. Dengan begitu, Pemerintah tidak lagi perlu mengeluarkan anggaran yang besar untuk subsidi BBM.
“Proyeksi kami adalah mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap BBM, bukan menghilangkan subsidi. Makanya kami meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan dengan mengganti semua pembangkit listrik yang menggunakan diesel dengan tenaga matahari, angin, air, dan panas bumi,” jelasnya.
Menurutnya, pencabutan subsidi dari BBM baru dapat dilakukan Pemerintah jika masyarakat telah memenuhi taraf kesejahteraan yang memadai. Subsidi itu pun kemudian dapat dialihkan untuk fasilitas kesehatan, pendidikan dan lainnya.
Secara terpisah, Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution PT Pertamina (Persero) Suhartoko mengatakan seharusnya sejak 2001 sudah tidak ada lagi konsep public service obligation (PSO) dalam BBM. Alasannya, biaya produksi dan harga BBM di dunia sudah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual di masyarakat.
Selain itu, dia juga mengungkapkan Pemerintah seharusnya sudah meninggalkan BBM dengan research octane number (RON) 88 untuk BBM subsidi. “Saat ini yang menggunakan RON 88 hanya Indonesia. Tetapi itu kewenangan Pemerintah untuk menetapkannya, karena yang memberikan subsidi nantinya Pemerintah, perseroan hanya melaksanakan,” jelasnya di Jakarta, Minggu (23/6).
Dia menuturkan biaya produksi dan harga BBM dengan RON 92 dengan BBM RON 88 saat ini tidak lebih dari Rp300 per liter. Dengan komposisi 70% BBM yang ada saat ini merupakan impor, maka perseroan akan lebih mudah menjalankan tugasnya jika Pemerintah menetapkan hanya menggunakan BBM RON 92.