Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

JAKARTA: PT Len Industri (Persero) berencana memproduksi sel surya di pabrik barunya di Karawang mulai Juli 2013.
 
Manajer Divisi Produksi PT Len Industri Asep Sopandi mengatakan saat ini Len tengah menyeleksi pemasok bahan baku untuk pabrik sel surya (solar cell) pertama di Indonesia tersebut.
 
“Tahun ini, sudah masuk tahap konstruksi, Juli 2013 sudah mulai berproduksi secara bertahap. Kami harus melalui learning curve dulu karena itu pabrik [sel surya] pertama [di Indonesia],” katanya dalam seminar Glasstec dan Solarpeq hari ini.
 
Pabrik sel surya kristal silikon (c-Si) di Karawang adalah proyek investasi senilai US$44 juta dengan kapasitas produksi mencapai 60 megawatt per tahun.
 
Pendirian pabrik tersebut adalah bagian dari strategi untuk memperdalam struktur industri photovoltaic (perangkat listrik surya) Indonesia pada 2012—2017.
 
Struktur industri panel surya berbasis silikon terdiri dari 5 tahapan industri dari hulu ke hilir yaitu, industri polisilikon, wafer, sel surya, modul surya dan sistem photovoltaic.
 
Industri di dalam negeri, jelas Asep, saat ini baru memproduksi modul surya dan sistem photovoltaic.
 
Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (Apamsi) memperkirakan 6 perusahaan anggota asosiasi tersebut memiliki kapasitas terpasang 60 megawatt modul surya per tahun.
 
Kemampuan produksi pabrik baru Len Industri rencananya akan digunakan untuk memasok kebutuhan bahan baku produksi modul surya industri-industri lokal yang selama ini masih bergantung pada impor dari China.
 
Sementara itu, Asep memperkirakan utilisasi produksi industri modul surya dalam negeri masih sekitar 20% atau sekitar 2 megawatt modul surya per perusahaan per tahun.
 
Dia mengatakan produk impor, terutama dari China, masih menguasai sekitar 85% pasar perangkat pembangkit listrik tenaga surya di Indonesia.
 
Produsen dalam negeri, paparnya, saat ini baru sebatas mengandalkan belanja proyek pengembangan kawasan terpencil pemerintah, terutama dari anggaran Kementerian ESDM dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.
 
“Kami masih harus bersaing dengan barang luar negeri yang sangat murah, padahal harusnya impor sudah tidak boleh,” kata Asep. (sut)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nancy Junita
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper