Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

JAKARTA: Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diperkirakan melebar ke tingkat 2,6% apabila tahun ini pemerintah hanya mengimplementasikan kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi untuk kendaraan tertentu tanpa melakukan penyesuaian harga jual eceran.
 
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan dengan  kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yang formulasinya masih dalam pengkajian pemerintah, defisit APBN-P 2012 dapat ditahan di tingkat 2,6% dan maksimal 2,8% jika ditambah dengan defisit APBD. 
 
"Defisit itu kalau tidak melakukan apa-apa pasti naik. Tapi dengan pengendalian, defisitnya akan kembali ke angka katakanlah 2,6%, dan total 2,8% maksimum ditambah defisit APBD," ujarnya  hari ini.
 
Menurut Hatta, pengendalian konsumsi BBM harus dilakukan apabila pemerintah tidak menyesuaikan harga BBM bersubsidi pada tahun ini. Berdasarkan estimasinya, pengendalian tersebut dapat mencegah pembengkakan subsidi sebesar Rp20 triliun akibat overkuota yang diperkirakan bisa mencapai 3-4 juta kiloliter.
 
Namun, pemerintah belum final terkait mekanisme pengendalian konsumsi BBM tersebut, apakah berdasarkan kapasitas silinder mesin tertentu, atau berdasarkan tahun produksi mobil.
 
"Kalau tidak ada pengendalian, dari kuota 40 juta KL bisa membengkak menjadi 44 juta KL. Over 3-4 juta KL dari kuota itu nilainya di atas Rp20 triliun. Jangan sampai ini terjadi," tegas Hatta.
 
Hatta memaparkan, apabila rata-rata ICP US$119-US$120 per barel, pemerintah tidak bisa menaikkan harga BBM bersubsidi. Akibatnya, subsidi energi akan membengkak lebih dari Rp300 triliun. Sementara pagu APBN-P 2012 dialokasikan sebesar Rp230,43 triliun. 
 
Pemerintah mengasumsikan ada ruang untuk menaikan harga BBM bersubsidi pada Juni, namun apabila syarat dalam pasal 7 ayat 6a APBN-P tidak tercapai, pemerintah masih menunggu maksimal hingga Juli 2012.
 
"Kalau tidak tercapai juga pada Juli, ya berarti kita tidak bisa menaikkan [BBM bersubsidi tahun ini]. Karena angka US$120,75 per barel itu tinggi sekali, kita harus siap kalau BBM bersubsidi tidak naik, tapi tetap menjaga fiskal dan pertumbuhan tetap sehat, dan inflasi terkendali," tuturnya.
 
Caranya, kata Hatta, pemerintah tetap menjalankan stimulus infrastruktur yang anggarannya diambil dari Saldo Anggaran Lebih sekitar Rp20 triliun. Di samping itu ada penghematan belanja dari dibatalkannya program penyaluran beras miskin ke-14 dan tidak disalurkannya anggaran kompensasi kenaikan harga BBM Rp30,6 triliun.
 
Menurutnya anggaran tersebut dapat digunakan untuk menutup pembengkakan subsidi apabila tidak ada kenaikan harga BBM bersubsidi. Pemerintah, lanjut Hatta, juga akan mengoptimalisasi penerimaan dari PNBP migas dan mineral, serta melakukan penghematan belanja. 
 
"Kita lakukan penghematan, selama ini kan kita tidak melihat realisasi belanja 100%. Kalau optimalisasi penerimaan karena asumsinya ICP US$105, realisasinya US$119-US$120 per barel itu kan ada tambahan penerimaan," kata Hatta.
 
Upaya tersebut diharapkan dapat menjaga defisit anggaran tetap di bawah 3%, meskipun akan membengkak dari asumsi APBN-P 2012 yang dipatok 2,3%. (sut)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis :
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper