Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Selat Hormuz, SBY dan visi energi

JAKARTA: Memang sih tidak aneh, akan tetapi tak seperti biasanya, Kamis pekan lalu (5 Januari), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin Rapat Kabinet dengan mengenakan stelan jas lengkap beserta dengan dasinya di Istana Presiden.

JAKARTA: Memang sih tidak aneh, akan tetapi tak seperti biasanya, Kamis pekan lalu (5 Januari), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin Rapat Kabinet dengan mengenakan stelan jas lengkap beserta dengan dasinya di Istana Presiden.

 
Sementara itu, anggota kabinet dan pejabat setingkat menteri yang mengikuti rapat itu lebih banyak memakai safari atau batik seperti biasanya dresscode ikut rapat di Istana. SBY sendiri memang jarang mengenakan stelan jas saat rapat di kantornya karena lebih sering memakai safari atau kadang memakai batik.
 
Entahlah. Apa mungkin ada hubungan dengan tema rapat kabinet hari itu yang membahas masalah perkembangan politik dan peta konflik internasional terkini. Namun, begitulah suasana rapat pada waktu itu yang di luar juga dihebohkan oleh hujan lebat yang disertai oleh badai yang merobohkan pohon Trembesi hasil tanaman dari Presiden Yudhoyono di halaman tengah lingkungan Istana Presiden, persisnya di depan Kantor Presiden.
 
Saya tidak hendak membicarakan soal stelan jas yang tidak biasa atau pohon Trembesi yang roboh itu, tapi perhatian SBY terhadap peta konflik di Selat Hormuz. Jalur laut satu-satunya bagi lalu lintas
tanker minyak mentah dari Timur Tengah yang memasok sekitar 40% dari total volume kebutuhan minyak mentah di dunia atau mencapai 90% dari total volume ekspor dari Timur Tengah. Delapan negara mengantungkan jalur ekspor minyak mentahnya dari selat yang dikuasai Iran itu, mulai Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, Bahrain, Kesultanan Oman, Kuwait, Irak, hingga Iran sendiri. Hampir setiap 10 menit satu kapal tanker melewati Selat Hormuz.
 
Putusannya, Presiden Yudhoyono mendesak PBB dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) agar mengambil peran lebih aktif untuk menyelesaikan sengketa nuklir Iran--yang menjadi pangkal bala dari geger di Selat Hormuz--supaya tidak berkembang menjadi tindakan kekerasan dan aksi militer sepihak oleh Amerika Serikat dan konco-konconya. SBY merasa terusik atas perkembangan harga minyak yang bergejolak naik hingga di atas US$100 per barel. Bagi pemerintah hal itu jelas sangat mengkhawatirkan karena asumsi yang dibuat untuk APBN 2012 hanya mematok pada kisaran US$90 per barel. Kalau konflik itu terus meruncing dan mencapai klimaknya tentu harga minyak bisa
melonjak lebih tinggi lagi.
 
Momentum
 
Di tengah anomali harga minyak yang cenderung mendongak ke atas, pilihan kebijakan konversi energi dari BBM ke gas menjadi mendapatkan momentumnya pula. Begitu pun dengan kebijakan pembatasan pemakaian premium (BBM bersubsidi) dengan mendorong publik menggunakan pertamax menjadi sebuah inovasi untuk keluar dari peta konflik berkepanjangan setiap kali menempuh kebijakan menaikan harga BBM.
 
Sesungguhnya kebijakan pembatasan premium dengan pencabutan subsidi BBM itu sama saja. Namun program pembatasan premium merupakan bahasa baru yang lebih membungkus dengan baik sehingga gejolak resistensi di publik tidak menjadi lebih besar. Hal ini terbukti sudah sukses dilakukan pemerintah terhadap kebijakan pencabutan subsidi minyak tanah yang direkayasa dengan konversi ke elpiji untuk kebutuhan rumah tangga. Kini elpiji menjadi bahan bakar paling populer di tengah masyarakat menengah ke bawah, dari restoran besar hingga penjual goreng gerobak di pinggir jalan.
 
Dalam tataran yang lebih besar, inovasi kebijakan energi nasional tengah diuji dalam menghadapi tantangan atas perkembangan makin terbatasnya sumber pasokan energi fosil di dunia. Sesungguhnya pula, Iran tengah melakukan revolusi kebijakan energi dari kemudahan yang
dinikmati dengan memakai minyak dan gas yang mengucur bak air sungai dari perut buminya menuju pemakai energi nuklir yang efisien dan optimal.
 
Dalam banyak publikasi yang disampaikan oleh pemerintahan Mahmoud Ahmadinejad ditegaskan penguasaan teknologi nuklir merupakan upaya mereka untuk beralih menggunakan energi terbarukan. Iran menempuh mengembangkan pembangkit listrik bertenaga nuklir agar produksi minyak mentah mereka tidak habis dihambur-hamburkan. 
 
Iran menyadari cadangan minyak mereka tidak akan bertambah tapi justru terkuras hingga suatu saat akan mengering. Akan tetapi, pilihan Iran untuk ikut menggunakan energi nuklir--yang telah lama dipakai AS dengan Eropa yang terbukti menguntungkan ekonomi mereka--justru dicurigai habis-habisan oleh AS dan Eropa plus Israel sebagai dorongan politik keamanan dan perang. Pembangkit nuklir menjadi sumber energi yang paling optimal dengan kemampuan menghasil arus listrik dalam
jumlah yang jauh lebih besar dan lebih murah serta tentu dengan catatan risiko yang juga sangat besar. Berdasarkan statistik PLTN dunia pada 2002 terdapat 439 PLTN yang beroperasi di seluruh dunia dengan total kapasitas terpasang sekitar 360.064 GWe dan 35 PLTN dengan kapasitas 28.087 MWe pada waktu itu sedang dalam tahap pembangunan. Negara seperti AS, Prancis, Jepang hingga Jerman menggantungkan sumber energi listriknya pada pembangkit bertenaga nuklir sehingga mampu menghasilkan sumber energi akhir yang elbih ekonomis dan maksimal.
 
Beberapa di antaranya juga pemilik senjata nuklir, termasuk Israel, negara kecil yang selalu dilindungi oleh politik kebijakan luar negeri AS dan Eropa.
 
Dalam kaitan ini, seyogyanya pilihan Iran untuk memutuskan masa depan sumber energi untuk pembangunan negerinya tidak perlu dihalangi dengan berbagai tuduhan yang secara sah tidak terbukti. Badan Atom Dunia pun belum berani memastikan Iran tengah mengembangkan senjata nuklir seperti yang dituduhkan blok AS. Banyak pihak khawatir tuduhan dari AS dan konco-konconya hanya omong kosong untuk tujuan lain seperti yang terjadi di Irak. Sampai detik ini, Irak tidak terbukti memiliki senjata pemusnah massal dan kimia seperti yang dijadikan alasan untuk memporak-porandakan negeri yang kaya dengan cadangan minyak bumi tersebut oleh AS dan NATO.
 
Iran tidak punya kuasa untuk melawan balik AS dan konco-konconya karena memang dunia dalam genggaman mereka. Yang dimiliki Iran untuk melawan hanya kartu truf pada Selat Hormuz yang mereka kuasai. Selama dunia- termasuk Indonesia- tidak mampu menunjukan kemerdekaan berpijak maka selama itu pula setiap yang berlawanan atau berhadapan-hadapan dengan AS akan selalu dianggap menjadi musuh dan penjahat bagi dunia yang akan dihukum bersama-sama tanpa berdaya.([email protected])
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper