Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang lebaran, rajut justru sepi order

BANDUNG: Order produk rajutan asal sentra rajut Binongjati, Bandung kian menurun, di tengah tren kenaikan permintaan tekstil dan produk tekstil jelang Idul Fitri mendatang.Ketua Koperasi Industri Rajut Binong Jati (KIRBI) Suhaya Wondo mengatakan kondisi

BANDUNG: Order produk rajutan asal sentra rajut Binongjati, Bandung kian menurun, di tengah tren kenaikan permintaan tekstil dan produk tekstil jelang Idul Fitri mendatang.Ketua Koperasi Industri Rajut Binong Jati (KIRBI) Suhaya Wondo mengatakan kondisi tahun ini sangat berbeda dibandingkan periode jelang hari raya tahun lalu, dimana kenaikan permintaan rajut mulai terasa sejak 3 4 bulan sebelum puasa.Tahun lalu, para perajin bisa memproduksi sekitar 3.000 lusin pakaian rajut per hari. Namun, tambahnya, sekarang perajin hanya memproduksi sekitar 1.000 lusin per hari.Permintaan memang ada, tapi menurun signifikan, katanya kepada Bisnis hari ini.Menurut dia, penurunan disebabkan harga bahan baku yang belum kembali ke harga normal dan menyebabkan harga jual akhir tergolong tinggi sehingga permintaan pasar berkurang tajam.Di sisi lain, ungkapnya, masyarakat juga cenderung kurang meminati produk rajut saat mendekati puasa dan hari raya. Berbeda halnya dengan produk TPT lain, seperti pakaian muslim (sarung, baju koko, dan mukena).Selain karena harga mahal, permintaan pasar yang kurang, penurunan ini juga dipengaruhi kenaikan harga bahan baku berupa kapas, katanya.Kenaikan harga bahan baku terjadi sejak awal tahun 2011, meski saat ini harga relatif menurun dibandingkan sebelumnya. Harga katun saat ini masih berada di kisaran Rp108.000 per kg sementara harga benang masih di kisaran Rp40.000 per kg.Semenjak harga bahan baku ini naik, ungkapnya, banyak perajin yang mengurangi jumlah karyawannya. Kondisi ini kadang membuat perajin kerepotan saat harus memenuhi pesanan. Akhirnya banyak yang alih profesi atau malah pindah ke pabrik-pabrik. Ketua Kelompok Kreatif Fashion Rajut Binong Jati Eka Rahmat Jaya menambahkan selama ini para tenaga kerja yang ada di sentra rajut Binong Jati tergolong tenaga kerja lepas (freelance) atau borongan. "Karena freelance, mereka tidak terikat oleh pengrajin. Kalau ada penawaran direkrut pengusaha pabrikan, mereka pun pindah dan bekerja di sana," katanya.Dia mengatakan jumlah tenaga kerja yang pindah ataupun alih profesi ini diprediksi ribuan orang per tahunnya. Dari ribuan tenaga kerja yang pindah, 75% bekerja di pabrikan dan 25% berganti profesi.Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jabar menilai terdapat beberapa sektor TPT di provinsi tersebut yang tidak mengalami peningkatan jumlah permintaan saat jelang hari raya, seperti halnya rajutan.Namun demikian, sambung Kevin Hartanto, Sekretaris API Jabar, sektor yang naik pun masih jauh dari harapan produsen. Hal tersebut dipengaruhi daya beli masyarakatnya yang menurun dan kapasitas produksi yang tidak penuh.Ada pula faktor banjirnya impor produk TPT di pasaran, terutama dari China, katanya.Kevin mengatakan sektor TPT yang paling merasakan penurunan permintaan dari pasar lokal adalah industri pemintalan (spinning). Hal tersebut terjadi karena masih tingginya harga kapas dunia. Industri benang ini cukup sepi dan setelah lebaran diprediksi semakin sepi, katanya. (ln)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper