Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Target ekonomi 2012 dinilai terlalu rendah

JAKARTA: Pemerintah dinilai terlalu pesimistis dalam mematok target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan yang hanya 6,9%. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Indonesia(INDEF) Ahmad Erani Yustika menuturkan seharusnya pemerintah

JAKARTA: Pemerintah dinilai terlalu pesimistis dalam mematok target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan yang hanya 6,9%. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Indonesia(INDEF) Ahmad Erani Yustika menuturkan seharusnya pemerintah bisa melihat negara-negara lain di Asia yang pertumbuhannya tinggi.Seperti halnya China yang dalam 5 tahun ini pertumbuhan ekonominya di atas 10%, sementara untuk India mencapai 8% demikian pula Vietnam. Indonesia seharusnya bisa mematok pertumbuhannya hingga 8%, ujarnya di Jakarta, hari ini.Menurut Ahmad, target pertumbuhan hingga 8% sangat dimungkinkan dicapai Indonesia lantaran memiliki sumber daya yang memadai. Namun, pemerintah juga harus memperbaiki manajemen pembangunan yang selama ini dinilai terlalu amburadul.Kami melihat ada kebijakan ekonomi yang salah arah, selanjutnya pembangunan infrastruktur yang kurang. Ke depan hal-hal itu perlu diperhatikan pemerintah, lanjutnya.Kepala ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa di level 7,1%. Namun dia berharap pertumbuhan ekonomi tersebut harus berkualitas.Artinya, pertumbuhan ekonomi yang dicapai harus diikuti oleh penyerapan tenaga kerja. Ada implikasinya ke sektor riil, ujarDestry.Sementara itu, Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan pemerintah seharusnya bisa mematok angka pertumbuhan ekonomi tahun depan di level minimal 7%. Pertimbangannya, pertumbuhan hingga level 7% itu didasarkan pada program-program pemerintah yang sudah mulai berjalan.Menurut Aviliani, pemerintah tidak berbuat apa pun, pertumbuhan ekonomi sudah bisa mencapai 6,5% seperti yang terlihat pada tahun ini. Kami tidak melihat pesimisme pemerintah itu lantaran ada kenaikan harga BBM. Pemerintah kelihatannya tidak terlalu berani menempuh kebijakan tersebut, ungkapnya.(luz)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Sofi’I
Editor : Mursito

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper