Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketahanan anggaran jadi tameng mafia migas

JAKARTA : Pemerintah dinilai terlalu menyederhanakan persoalan BBM hanya menyoroti sisi pasokan premium dan subsidi tanpa menyinggung masalah produksi minyak yang terus menurun sehingga para mafia terus diuntungkan dari kekhawatiran atas ketahanan anggaran.

JAKARTA : Pemerintah dinilai terlalu menyederhanakan persoalan BBM hanya menyoroti sisi pasokan premium dan subsidi tanpa menyinggung masalah produksi minyak yang terus menurun sehingga para mafia terus diuntungkan dari kekhawatiran atas ketahanan anggaran.

Ekonom senior yang juga Mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli mengatakan pemerintah saat ini selalu mengaitkan harga premium dengan subsidi, seolah-olah pemerintah menyubsidi habis harga produksi dan distribusinya.

"Selama ini satu-satunya jalan bagi pemerintah adalah menghapus subsidi BBM. Kalau tidak, anggaran pemerintah akan jebol. Pertanyaannya apa iya demikian? Menurut saya penjelasan selama ini sangat menyesatkan karena tidak menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi di sektor perminyakan di Indonesia," ujarnya di sela-sela acara diskusi Blak-blakan Soal BBM hari ini.

Menurut dia, dilihat dari kacamata finansial, ongkos produksi premium ditambah ongkos distribusinya dibandingkan dengan harga jual premium, pemerintah sudah untung. Tetapi yang disebut sebagai subsidi selama ini bukan subsidi finansial, tetapi subsidi dalam pengertian harga minyak nasional dibandingkan dengan harga minyak internasional.

Jika selisih ICP dan harga minyak mentah internasional sudah jauh, pemerintah dianggap harus menaikkan harga premium untuk menambal subsidi.

"Padahal minyak mentah ongkos produksinya paling kurang dari US$10 per barel. Dengan harga premium sekarang sebenarnya sudah untung. Tapi kalau diperhitungkan harga minyak mentah sesuai dengan harga internasional ya pemerintah merugi," ujarnya.

Rizal mengatakan selama ini rakyat Indonesia dikibuli seolah-olah dari proses produksi minyak, pemerintah itu merugi. Pemeritah, tegasnya, sebenarnya sudah cukup untung jika dilihat dari harga ongkos produksi dan distribusinya.

Dia menilai permasalahan utama perminyakan di Indonesia sebenarnya adalah terus menurunnya produksi minyak dalam negeri. Padahal faktanya cadangan minyak di Indonesia masih melimpah. "Masalah utamanya adalah produksi minyak mentah Indonesia turun terus. Mestinya itu bisa naik karena cadangan minyak kita masih banyak," ujarnya.

Di samping itu, kebijakan pajak yang tidak memberikan insentif untuk kegiatan investasi di sektor ini juga membuat produksi minyak nasional terus lesu. Di sisi lain, pemerintah terus menanggung biaya cost recovery yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Masalah lain dalam perminyakan Indonesia adalah masih adanya mafia migas yang mengambil untung dari impor 300.000 barel minyak per hari dan 500.000 barel BBM jadi (dalam bentuk premium, minyak tanah, pertamax dan sebagainya) per hari. "Total impor ini sekitar 800.000 barel per hari dan dari setiap barel impor ada mafia yang paling nggak dapat US$2 per barel. Kalau Pertamina mau impor ya silakan, nggak usah lagi pakai makelar," ujarnya.

Masalah selanjutnya adalah tidak adanya niat pemerintah untuk membangun kilang di dalam negeri. Padahal jika ada kilang baru, pemerintah bisa menghemat ongkos produksi BBM. Selain itu imbauan pemerintah agar masyarakat beralih dari premium ke pertamax juga dinilai tidak tepat. Pasalnya, premium yang memiliki oktan 88 masih layak digunakan, karena hingga saat ini di Amerika saja masih digunakan BBM dengan oktan 83.

"Jadi premium saja sebetulnya standar oktannya sudah tinggi. Kenapa rakyat dipaksa pindah ke pertamax?," ujarnya.

Langkah pemerintah menghapus premium dan meningkatkan penggunaan pertamax dinilai akan menguntungkan perusahaan migas asing yang sejak dulu mengincar bisnis hilir migas di Indonesia. "Dengan dihapuskannya premium, yang paling gembira adalah pengusaha asing yang punya SPBU, seperti misalnya Shell dan Petronas. Mereka akan senang sekali dengan kebijakan ini karena dari dulu mereka ingin masuk ke sektor hilir migas," tegasnya.

Untuk itu, pemerintah disarankan agar melihat permasalahan utama perminyakan di Indonesia, jangan hanya melulu melihat persoalannya dari sisi subsidi BBM saja. "Mestinya semua ini dibahas dulu, pemerintah jangan menyederhanakan masalah," ujarnya. (aph)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis :
Editor : Mursito

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper