Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Populasi kapal offshore simpang siur

JAKARTA: Pemerintah diminta transparan dalam revisi UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran menyusul tidak jelasnya data jumlah dan kebutuhan kapal offshore kelompok C di Indonesia yang diklaim belum bisa disediakan pengusaha nasional. Ketua Bidang Organisasi

JAKARTA: Pemerintah diminta transparan dalam revisi UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran menyusul tidak jelasnya data jumlah dan kebutuhan kapal offshore kelompok C di Indonesia yang diklaim belum bisa disediakan pengusaha nasional. Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners' Association (DPP INSA) Paulis A. Djohan mengatakan transparansi diperlukan supaya alasan revisi UU Pelayaran bukan suatu pembohongan.

Sebab, katanya, sejauh ini alasan revisi atas UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran untuk menyelamatkan lifting minyak itu sarat kebohongan. Hal itu dibuktikan dengan hasil survei akademisi Institut Teknologi 10 November 2010.

Untuk itu, katanya, pemerintah agar membuka kebutuhan kapal kelompok C, berapa lama kontraknya dan bekerja dengan siapa saja.

Jangan seperti ini, revisi UU Pelayaran tidak jelas alasannya. Saya khawatir ini hanya kebohongan saja, katanya kepada Bisnis, kemarin.

Konsep revisi UU Pelayaran saat ini sudah di tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah dibahas oleh lintas kementerian dan ditandatangani hasilnya, termasuk oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Menurut Paulis, pemerintah seharusnya jangan memaksakan revisi atas UU Pelayaran karena dapat mengurangi kepercayaan investor nasional terhadap pemerintah.

UU itu belum diterapkan 100%, kok sudah direvisi. Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan sejauh ini pemerintah belum memiliki opsi lain selain merevisi UU Pelayaran.

Ampres [amanat presiden] sudah keluar, revisi sudah dibahas. Artinya opsi lain belum ada dan revisi tetap jalan, katanya. Menurut Wamenhub, kementeriannya hanya mengusulkan pasal 341 yang direvisi. Tetapi kita lihat perkembangannya nanti disana, di DPR. Kami usul hanya pasal 341 saja yang direvisi, tegasnya.

Dalam draf yang diterima Bisnis, pasal 341 menyebutkan kapal asing yang kini masih melayani angkutan laut dalam negeri tetap dapat melaksanakan kegiatannya paling lama tiga tahun sejak UU ini berlaku, kecuali kapal tertentu yang diatur dengan Keputusan Menteri.

Di antara pasal 341 itu, disisipkan dua pasal baru yakni pasal 341 a yang berbunyi kapal berbendera asing yang beroperasi di Indonesia berdasarkan perjanjian sewa kapal sebelum berlakunya UU Pelayaran, dapat beroperasi sampai berakhirnya perjanjian itu.

Sementara itu pasal 341b menyatakan kapal asing yang beroperasi di Indonesia berdasarkan perjanjian sewa setelah berlakunya UU Pelayaran dilaksanakan sesuai dengan UU yang berlaku tersebut.

Rekonsiliasi

Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit mengatakan saat ini ada dua isu yang perlu direkonsiliasi supaya tujuan UU Pelayaran tercapai, yakni soal klaim kebutuhan kapal yang belum bisa disediakan pengusaha dan lifting tidak terganggu oleh cabotage.

Menurut dia, selama proses rekonsiliasi yang cukup penting adalah membuat tata kala jelas mengenai phasing-out (penghentian)operator internasional.

Ini yang mungkin perlu diatur jika memang amandemen UU pelayaran harus dilakukan, tegasnya.

Idris Sikumbang, Kordinator Indonesia Cabotage Advocation Forum (INCAFO) mengatakan Kementerian ESDM dan BP Migas agar mengoptimalkan pencapaian produksi migas tanpa mengganggu pelaksanaan UU Pelayaran.

Menurut dia, cabotage tidak ada hubungannya dengan gagalnya target lifting dicapai.

Pencapaian produksi migas tahun 2010 hanyalah 954.000 barel/hari, padahal targetnya adalah 965000 barel/hari. Apakah itu karena cabotage? Bukan," katanya.

Dia menjelaskan tidak tercapainya produksi migas disebabkan oleh faktor 'unplanning shutdown' berupa pemberhentian produksi minyak yang tak terencana serta faktor yang tak terduga lainnya yakni kondisi alam, cuaca, SDM, bukannya cabotage.

Untuk itu, katanya, tidak ada alasan untuk menjadikan cabotage sebagai kambing hitam penghambat target lifting migas sehingga sangat tidak lucu jika hal itu dijadikan dasar utk merevisi UU 17/2008 demi memfasilitasi keberadaan kapal asing di Indonesia. (sut)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper