Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hilirisasi industri butuh cetak biru

JAKARTA : Kebijakan pengembangan industri pengolahan berbasis agro membutuhkan cetak biru (blue-print) sehingga dapat diestimasi penyerapan tenaga kerja, peningkatan pertumbuhan dan insentif yang diberikan kepada investor.

JAKARTA : Kebijakan pengembangan industri pengolahan berbasis agro membutuhkan cetak biru (blue-print) sehingga dapat diestimasi penyerapan tenaga kerja, peningkatan pertumbuhan dan insentif yang diberikan kepada investor.

Wakil Menteri Perindustrian Alex S.W Retraubun mengatakan hilirisasi industri agro dapat memberikan nilai tambah melalui penambahan industri pendukung sehingga membuka peluang bagi penyerapan tenaga kerja baru.

Karena itu harus dibuat blue-print kebijakan hilirisasi, sehingga dapat diestimasi peningkatan tenaga kerja serta pertumbuhan industrinya. Perlu juga dipertimbangkan insentif bagi industri yang membuka peluang tenaga kerja, katanya, hari ini.

Dia menegaskan kebiakan hilirisasi industri agro yang dilakukan pada komoditas sawit, karet dan kakao yang diinisiasi oleh Kemenperin hendaknya didukung oleh instansi lainnya, mulai dari Kementerian Keuangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Pemerintah memacu pengembangan industri pengolahan termasuk kakao di dalam negeri guna memberi nilai tambah yang lebih besar bagi negara ini. Di sektor industri kakao, dari total produksi komoditas ini sebesar 849.000 ton (2009), sekitar 70% dari output tersebut masih diekspor dalam bentuk biji mentah.

Sindra Wijaya, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) menjelaskan kakao olahan masih memiliki peluang pasar yang cukup besar mengingat konsumsi di dalam negeri yang masih kecil yaitu sebesar 0,06% dari total konsumsi dunia.

Permintaan kakao diproyeksi meningkat 2%-4% per tahun, atau sekitar 60.000 ton 120.000 ton per tahun.

Selain pasar domestik, peluang ekspor juga masih terbuka besar untuk negara-negara tujuan seperti India dan China, seiring populasi kedua negara tersebut yang besar dan konsumsinya masih jauh di bawah rata-rata yakni 0,06 % dan 0,03% dari konsumsi dunia. Adapun data Internasional Coffe dan Cocoa (ICCO) menunjukkan konsumsi kakao dunia pada 2011 diproyeksi mencapai 4,096 juta ton dengan produksi kakao dunia akan mencapai 4,046 juta ton.

Menurut Sindra, pengembangan industri kakao olahan sangat dimungkinkan di Indonesia, mengingat pasokan bahan baku yang cukup besar dan kondisi ekonomi dan politik nasional yang baik.

Ini positif untuk melakukan investasi industri kakao olahan di Indonesia, katanya.

Sebanyak 7 perusahaan kakao skala internasional dikabarkan berminat investasi di Indonesia, seiring diberlakukannya kebijakan bea keluar kakao. Ke-7 perusahaan tersebut adalah ADM Cocoa Singapura, Guangcho Cocoa Malaysia, Olam Internasional Singapura, Cargill Cocoa Holand, Mars USA, Armajaro Inggris, dab Ferrero Italia.

Baru-baru ini, PT Bumi Tangerang Mesindotama, produsen kakao olahan nasional menaikkan kapasitas menjadi 60.000 ton dari semula 40.000 ton dengan investasi US$30 juta. Peningkatan kapasitas ini menambah menyerap tenaga kerja dari semula 330 orang menjadi sekitar 500 orang pegawai.

Produksi olahan kakao dalam negeri diprediksikan terus menguat yakni menembus 600.000 ton pada 2014 dengan kapasitas terpasang 705.000 ton per tahun, melonjak 70% dari posisi saat ini sebesar 180.000 ton yang dihasilkan oleh 15 produsen. Sementara itu, utilisasi pabrik kakao olahan saat ini rata-rata di bawah 23%.

"Rata-rata produksi pabrik kakao olahan di atas10% hanya sekitar 4 perusahaan, sisanya di bawah 10%, katanya.

Dia menilai kondisi ini sangat ironi mengingat Indonesia saat ini menjadi produsen penghasil biji kakao yang terbesar kedua di dunia, setelah Pantai Gading.

Untuk itu mendongkrak investasi dan peningkatan produksi di sektor ini, pemerintah diharapkan konsisten menerapkan bea keluar kakao, memperbaiki infrastruktur pendukung seperti listrik, gas dan jalan serta pelabuhan.

Dukungan dari sektor perbankan untuk permodalan, lanjut Sindra, pun dibutuhkan oleh pelaku usaha, selain kebijakan pendukung permesinan.

Pemerintah, tegasnya, diminta untuk membuat program peningkatan konsumsi kakao dalam negeri karena konsumsi nasional saat ini masih sangat kecil.

Adanya perbaikan dari sektor fiskal dan non fiskal di Tanah Air, diharapkan mendorong peningkatan produksi kakao olahan naik 20%-35% per tahun pada 2010-2014. Dengan peningkatan ini, tenaga kerja yang akan terserap diproyeksikan mencapai 6.500 orang dan jumlah pemain diprediksi bertambah dari 15 menjadi 23 perusahaan.

Proyeksi Industri kakao Indonesia

Keterangan

2010

2011

2012

2013

2014

Jumlah pabrik

15

16

19

22

23

Jumlah pekerja

4000 orang

4300 orang

5300 orang

6300 orang

6500 orang

Kapasitas terpasang

345.000

435.000

535.000

655.000

705.000

Kapasitas terpakai

180.000 ton

280.000 ton

350.000 ton

450.000 ton

600.000ton

Sumber AIKI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : manda
Editor : Mursito

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper