Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor barang plastik diprediksi melonjak 40,6%

JAKARTA: Asosiasi Industri Plastik, Aromatik dan Olefin Indonesia (INAplas) memproyeksikan impor barang jadi plastik akan menembus 450.000 ton atau setara Rp1,3 triliun hingga akhir tahun ini, dipicu oleh pertumbuhan industri makanan dan minuman yang

JAKARTA: Asosiasi Industri Plastik, Aromatik dan Olefin Indonesia (INAplas) memproyeksikan impor barang jadi plastik akan menembus 450.000 ton atau setara Rp1,3 triliun hingga akhir tahun ini, dipicu oleh pertumbuhan industri makanan dan minuman yang tinggi dan dampak kerjasama perdagangan bebas Asean-China (ACFTA).

Apabila hal itu terjadi, angka impor produk tersebut naik 40,6% dibandingkan dengan tahun lalu yakni 320.000 ton atau senilai Rp900 miliar.

Sekretaris Jenderal INAplas Fajar A.D Budiyono mengatakan sebanyak 107 pos tarif (Harmonized System/HS) barang jadi plastik, seperti houseware dan packaging, importasinya diproyeksikan terus meningkat hingga akhir tahun ini.

Lonjakan impor, kata Fajar, juga terjadi pada bahan baku plastik yakni polipropilena (PP). Dia memprediksikan hingga akhir tahun ini, impor PP akan mencapai 440.000 ton atau senilai US$600 juta, naik dari posisi tahun lalu sebesar 400.000 ton atau US$500 juta.

Kalau untuk bahan baku polietilena [PE], kami belum ketahui datanya. Sejak ACFTA berlaku, impor barang jadi plastik banyak masuk dari Thailand dan Malaysia, kata Fajar hari ini.

Adapun bahan baku plastik, yang masuk ke Indonesia berasal dari Malaysia, SIngapura dan Thailand. Pertumbuhan industri makanan dan minuman olahan yang pesat saat ini memicu kenaikan permintaan plastik sebagai packaging produk.

Di lain sisi, data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor plastik dan barang dari plastik untuk pos tarif (HS) 35 selama Januari-Oktober 2010 mencapai US$3,89 miliar. Angka ini melonjakj 50,8% dibandingkan denga periode yang sama tahun lalu sebesar US$2,58 miliar.

Khusus periode Oktober, nilai impor plastik dan barang dari plastik mencapai US$449,5 juta, naik dari bulan sebelumnya yakni US$329 juta.

Fajar menjelaskan impor PP ini juga dipicu oleh terhentinya produksi Polytama, pabrik penghasil PP di wilayah Jawa Barat sejak September 2010. Pabrik ini tengah menghadapi masalah business to business (b to b) dengan PT Pertamina.

Kami berharap pemerintah melalui Kementerian Perindustrian bisa terus mendorong penyelesaian masalah itu. Apabila pabrik penghasil PP ini belum bisa beroperasi hingga tahun depan, lonjakan impor masih akan terus terjadi, ujarnya.

Dia mengakui Kemenperin sudah mencoba memfasilitasi, tetapi sampai sejauh ini belum ada titik terang penyelesaian tersebut. Sejak November, telah dilakukan pertemuan intens terkait masalah tersebut dan harapannya segera terselesaikan.

Lebih lanjut, Fajar meminta pemerintah untuk menciptakan iklim industri petrokimia dari mulai sektor hulu sampai hilir, termasuk memberi jaminan pasokan bahan baku. Adanya jaminan pasokan bahan baku dari hulu, diharapkan dapat mengimbangi pertumbuhan industri plastik di sektor hilir yang semakin pesat. (hl)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : manda
Editor : Mursito

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper